“Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan tugas. Pansus sudah memasang target, calon wagub nantinya bisa dilantik pada bulan Maret, bisa sama-sama dengan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang mengikuti Pilkada serentak tahun 2017 ini,” demikian penggalan kalimat yang diungkapkan Zainuddin Tambuala, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Tertib (Tatib) Pemilihan Calon Wakil Kepala Daerah Sisa Jabatan 2016-2021.
Target ini pernah disampaikan Zainuddin Tambuala, medio Januari lalu. Kala itu, Pansus baru saja mengawali kerja-kerjanya membahas tatib tersebut.
Faktanya, sampai sekarang pun kursi Wagub yang ditinggal Sudarto tahun lalu, masih kosong. Sulteng tidak lagi memiliki Wagub sejak Desember 2016 lalu.
Tapi “tersangka” dari permasalahan ini bukanlah berada di tingkat Pansus. Karena Pansus sendiri hanya berperan merumuskan aturan atau tata cara pelaksanaan pemilihan Wagub, berdasarkan usulan dua nama dari koalisi partai politik pengusung pasangan Gubernur/Wakil Gubernur, Longki Djanggola/Sudarto saat mencalonkan diri, tahun 2015 lalu. Partai koalisi tersebut adalah Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Sekarang ini, Pansus sudah merampungkan kerja-kerjanya, tinggal dilaporkan dalam sidang paripurna untuk mendapatkan persetujuan bersama seluruh anggota DPRD Sulteng. Bahkan, tatib yang memuat 30 pasal dan 15 BAB itu menjadi referensi sejumlah daerah lain yang memiliki kasus yang sama dengan Provinsi Sulteng.
Ada beberapa daerah yang sudah datang ke DPRD Sulteng untuk mempelajari tatib tersebut, salah satunya adalah DPRD Provinsi Riau.
Menurut Zainuddin Tambuala, butuh kerja ekstra untuk merampungkan item demi item tatib tersebut. Pasalnya, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada belum memiliki aturan turunan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP).
“Awalnya kami memang merujuk pada tatib Provinsi Sumatera Utara (Sumut), tetapi setelah kami kaji, ternyata sangat-sangat sederhana. Makanya kami sempurnakan lagi dan hampir 90 persen tatib Sumut itu kami ubah,” tuturnya.
Memang diakui, tidak ada aturan manapun yang memberikan batas waktu atau deadline bagi daerah untuk memilih wagub pengganti antar waktu. Namun beberapa kalangan menilai, kosongnya kursi wagub tersebut bisa menambah beban kerja gubernur. Ada beberapa urusan yang mesti dirangkap oleh gubernur yang notabene tidak bisa dilimpahkan kepada pejabat yang ada di jajaran kabinet.
Belakangan diketahui, penyebab utama molornya pemilihan wagub, ternyata ada di tingkat partai koalisi. Prosesnya buntu, karena masing-masing partai merasa memiliki hak untuk mengajukan nama yang bakal menjadi calon wagub. Namun harus diakui bahwa sikap yang ditunjukkan masing-masing partai tersebut memang diatur dalam undang-undang.
TIGA LAWAN SATU
Dalam perjalanannya, tiga dari empat partai koalisi akhirnya sudah menyepakati dua nama yang bakal diajukan ke DPRD. Tiga partai yang dimaksud, yakni Gerindra, PKB dan PBB sepakat mengusulkan salah satu birokrat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng, Hidayat Lamakarate dan Mantan Ketua DPW PBB Sulteng, Zainal Daud.
“Iya, DPP sudah merekomendasikan nama Zainal Daud dan Hidayat Lamakarate,” demikian kata Ketua Desk Pilkada DPW PKB Sulteng, Aminullah BK.
Sebelumnya, partai ini mengajukan delapan nama ke DPP. Adapun nama-nama yang mendaftar adalah Rusdy Mastura (mantan Wali Kota Palu/Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Sulteng), Moh Hidayat Lamakarate, Zainal Daud dan Husen Jalaludin Lembah.
Kemudian Alimuddin Paada (wakil Ketua DPRD Sulteng dari Gerindra), Lutfi Lembah, Oskar Paudi dan Prof Syamsir Abdu (Staf Ahli Presiden Bidang Energi).
Meskipun demikian, apa yang menjadi kesepakatan tiga partai tersebut tidak serta merta bisa menjadi dasar pengajukan ke DPRD. Tidak ada sistem voting disini. Walau tinggal PAN satu-satunya yang tidak mengusulkan dua nama itu, tetap saja belum menjadi kekuatan untuk diajukan.
Hal ini juga tegas diatur dalam tatib yang telah dibahas Pansus. Ada salah satu item dalam tatib yang mencantumkan keabsahan bakal calon yang diusulkan partai pengusung ke DPRD. Untuk item ini, Pansus menyepakati bahwa pengusulan dua nama bakal calon ke DPRD harus disertai tanda tangan dari masing-masing ketua dan sekretaris partai pengusung di tingkat provinsi.
“Tak sampai disitu, usulan tersebut juga harus melampirkan surat keputusan dari masing-masing pimpinan partai politik pengusung di tingkat pusat atau Dewan Pimpinan Pusat (DPP),” tutur Ketua Pansus, Zainuddin Tambuala.
Hingga kini, PAN sendiri masih konsisten mengusulkan nama Ketua DPW-nya, Oskar Paudi.Sebelumnya, PAN sempat mengusulkan satu nama lain, yakni mantan Ketua DPW, Lutfi Lembah.
Dari sekian nama yang diajukan, hanya usulan PAN ini yang merupakan representase wilayah timur.
“Memang dari DPW tidak mengusulkan nama Pak Hidayat, jadi PAN tetap konsisten dengan Oskar Paudi sebagai kader partai. Tentu kami harus loloskan, apapun alasannya. Hargai juga kami yang punya tiga kursi,” katanya.
Dia berharap, satu dari dua nama yang diusulkan ke DPRD, adalah dari PAN.
Anggota Komisi III DPRD Sulteng itu menambahkan, secara geopolitik, Oskar yang sudah tiga periode menjabat anggota DPRD di wilayah timur Sulteng, yakni Kabupaten Banggai. Sama halnya dengan almarhum Sudarto yang merupakan perwakilan dari timur Sulteng.
“Ini politik. Kita harus saling memberikan kesempatan,” katanya.
Alasan yang disampaikan Suprapto juga diaminkan anggota DPRD Sulteng yang notabene memiliki hak suara pada pemilihan wagub tersebut.
“Keadilan politik wilayah dan tokoh dari timur penting menjadi pertimbangan konsolidasi untuk menentukan calon Wagub,” kata Anggota Komisi I DPRD Sulteng, Iskandar Darise.
PAW Edmond Leonardo Siahaan itu menyatakan, pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur lalu, pasangan Longki Djanggola-Soedarto mendapat perolehan suara yang signifikan dari wilayah timur. Karena itu, dia mengingatkan partai pengusung maupun pendukung untuk memperhatikan aspek itu.
“Kami hanya mengingatkan agar jangan sampai terjadi pengkhianatan terhadap suara masyarakat wilayah timur,” ujar politisi Partai NasDem itu.
Menurutnya, pertimbangan tersebut sangat penting untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan di provinsi ini.
“Sangat disayangkan jika sama sekali tidak mempertimbangkan itu. Lantas kemudian aspirasi macam apa yang diharapkan jika perimbangan kekuasaan dan keadilan politik bagi masyarakat wilayah Timur tidak dipertimbangkan,” tekannya. (RIFAY)