PALU – Beredar informasi, nama jalan di salah satu area di Kelurahan Besusu Timur Kecamatan Palu Timur, berganti nama sebelumnya Jalan Nokilalaki menjadi jalan Borobudur. Isu ini beredar viral di sejumlah kalangan aktivis di Kota Palu.
Yahdi Basma, salah Anggota DPRD Propinsi Dapil Kota Palu, menyampaikan keberatannya soal itu.
“Jika benar, itu tindakan pejabat TUN (tata usaha negara – red) yg kurang tepat,” sebut Yahdi Basma, yang juga Plt Ketua Partai NasDem Kota Palu, Kamis sore ini.
Dia mengatakan lagi, masyarakat mesti dilibatkan dalam mengubah nama jalan. Seharusnya pula hal ini dikoordinasikan dengan Pimpinan DPRD Kota.
“Sebab, semua tindakan itu ada prinsip dasarnya. Apalagi hal yg berkenaan dengan nama jalan. Itu pasti berimplikasi di soal keruwetan merubah Akta Tanah dan lain-lain berikut dokumen-dokumen pemilikan warga lainnya”, sebut pria yang akrab disapa YB.
Beberapa prinsip yang musti dipakai jika hendak merubah nama jalan, lanjutnya, antara lain, Satu, mudah dikenali masyarakat. Dua, menggunakan nama daerah atau lingkungan setempat yang sudah dikenal masyarakat. Tiga, penggunaan nama pahlawan dipertimbangkan sesuai sifat kepahlawanannya, Empat, tidak bertentangan dengan kesopanan dan ketertiban umum. Lima, tidak mengubah atau mengganti nama yang sudah tertanam di hati masyarakat dan mempunyai nilai sejarah bagi tempat tersebut. Enam, tidak bersifat promosi atau reklame. Tujuh, harus disesuaikan dengan kepentingan, sifat, dan fungsi jalan, taman, dan bangunan umum yang bersangkutan. Dan delapan,menggunakan nama jalan, taman, dan bangunan umum yang sejenis dalam kompleks atau lingkungan tertentu itu.
“Nah, perubahan nama jalan itu kan juga berimplikasi pada perubahan dokumen pemilikan warga. Dalam rejim hukum pertanahan kita, itu dibebankan secara aktif sebagai urusan warga. Jadi warga yang direpotkan,” imbuhnya.
Dengan perubahan itu nantinya, warga musti ajukan permohonan perubahan untuk melakukan pemeliharaan data.
Aturan terkait pemeliharaan data diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 2 PP tersebut menegaskan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berlandaskan “asas mutakhir”.
Menurutnya, penjelasan pasal a quo menyebutkan, bahwa asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
“Bayangkan, tindakan sederhana tapi timbulkan keruwetan yg ditanggung oleh warga. Pemekaran wilayah, begitu pula halnya dengan perubahan alamat dikarenakan perubahan nama jalan, pasti berimplikasi pada itu,” demikian lanjut YB.
Ia berharap, pemerintah, di mana saat ini dipimpin Walikota baru, lebih difokuskan pada kebaruan soal penanganan korban pasca bencana Pasigala, daripada urusan nama jalan. Di mana soal itu yang saat ini masih menyisakan banyak problem dasar, yang belum selesai, khususnya hak atas hunian layak.
Reporter: Irma
Editor: Nanang