Orang tua kita dulu seringkali mewanti-wanti agar hari hati dalam berkata kata. Pikirkanlah sejenak kalau hendak mengeluarkan ucap sebab dengan kata bisa menjelma menjadi racun. Mungkin masih ada harapan sembuh bila pedang melukai tubuh.

Namun kemanakah obat hendak dicari bila lidah melukai hati? “Lidah itu lebih tajam dari pedang, bahkan pedang tertajam di dunia sekalipun karena lidah dapat melukai hati tanpa menyentuhnya…

Sungguh betapa sakit dan perihnya hati kita saat tergores oleh tajamnya lidah. Karena ujung lidah itu tak bertuan, bahkan lebih tajam dari ujung tombak. Sehingga luka akibat lidah lebih sulit untuk disembuhkan daripada luka akibat tombak. “

Tentunya pesan ini sangat beralasan. Bila telah terlanjur terucap, suatu ucapan bisa menimbulkan penyesalan lama, melukai hati, menimbulkan dosa, dan berbagai dampak buruk lainnya.

Padahal antara ucapan dan dampaknya sangat dekat. Ada yang hanya sekian detik setelah mengeluarkan suatu ucapan, langsung muncul akibat buruknya dan bisa mengubah keadaan. Belum lagi jumlah dosa yang muncul dan mungkin berkelanjutan, bila ucapan buruk itu menyebar luas dan lama dalam masyarakat.

“Barangsiapa yang menyebut-nyebut seseorang dengan suatu yang jelek dengan maksud untuk mencelanya, maka Allah akan memenjarakannya dalam api neraka jahannam, sehingga ia dapat membuktikan apa yang ia katakan” (HR Ath-Thabrani) “

“Cegahlah mulut kalian dari ucapan yang menyakitkan kaum muslimin” (HR Ath-Thabrani dari Sahal Ibnu Sa’ad) “Bukankah setiap muslim dengan muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya dan harga dirinya?” (HR Muslim)

Karena itu jagalah lidah kita dan berhati-hatilah dengannya. Ketahuilah , selagi kita belum meluncurkan anak panah dari busur lidah, maka kita akan bisa menjaga dan mengendalikannya. Tetapi apabila sudah dilepaskan ,maka sekali-kali kita tidak akan bisa menjaga dan mengendalikannya.

Saat anak panah itu menancap pada hati saudara kita, maka akan menyakitinya. Sedangkan bekas luka yang ditimbulkan takkan pernah bisa disembuhkan. Sadarilah akan hal ini.

“Mulut manusia itu seperti moncong teko. Moncong teko hanya mengeluarkan isi teko. Kalau ingin tahu isi teko, cukup dilihat dari apa yang keluar dari moncong itu. Begitu pun jika kita ingin mengetahui kualitas diri seseorang, lihat saja dari apa yang sering keluar dari mulutnya”.

Ilustrasi ini sederhana, namun sangat mengena. Hati nurani yang bersih dan akal budi yang tajam sering terungkap dari kata-kata [juga tindakan] seseorang.

Akan tetapi juga dapat dikatakan bahwa kata-kata yang sembrono, asal bunyi, kasar, dan menyakitkan hati pendengar, mencerminkan kemungkinan hati nurani yang terpolusi dan akal budi yang tak terasah baik.

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat” (HR Al-Bukhari no 6477; HR Muslim no 2988)

Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan.

Oleh karena itulah sangat beralasan bila Rasulullah SAW mengingatkan agar diam saja, bila apa yang akan kita ucapkan tidak bermanfaat atau menimbulkan dampak buruk. Sabda Nabi SAW “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicaralah dengan baik atau diam” (HR. Bukhari Muslim).

Apalagi banyak jalur yang bisa digunakan untuk menyalurkan ucapan. Seperti wirid, yang bisa memperoleh pahala banyak dan menghindari diri dari dampak buruk ucapan. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)