RATUSAN warga keturunan Arab berkumpul di Masjid Alkhairaat, Jalan Sis Aljufri sambil berziarah ke makam Habib Sayid Idrus Bin Salim Aljufri, Ahad (23/4).

Usai dari makam ratusan muslim Arab ini mulai mengunjungi rumah-rumah telah ditentukan, dari setiap perwakilan marga seperti Aljufri, Al Amri, Alhabsyi, Bachmid dan lainnya.

Berkumpulnya warga keturunan Arab ini, merupakan tradisi yang telah mereka jalankan turun temurun di Kota Palu. Tradisi yang dijalankan di hari kedua Idul Fitri ini, disebut “Iwadh”.

Iwadh sendiri berasal kata Arab, yaitu ada-yaudu-audan berarti kembali. Maksudnya adalah kembali suci.

Dalam tradisi ini, mereka warga keturunan Arab akan memfitrahkan diri dengan cara saling bermaafan, dengan saling berkunjung secara beramai-ramai, ke rumah marga Arab yang dituakan di Kota Palu. Iwadh juga menjadi media kembali bagi jamaah selama ini tidak pernah bertemu.

Tradisi iwadh konon dibawa Habib Sayid Idrus bin Salim Aljufri, dan kini masih dipertahankan oleh warga muslim keturunan Arab di Kota Palu.

Dalam setiap kunjungan itu, mereka sambil membaca puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW serta memanjatkan doa bagi pemilik rumah.

Warga keturunan Arab, Farid Djavar Nasar mengatakan, iwadh ini tradisi yang dibuat dari tahun ke tahun sudah dilakukan oleh orang-orang tua mereka. Dan itu dipelopori Habib Sayid Idrus Bin Salim Aljufri atau Guru tua di Kota Palu.

“Tradisi iwadh ini dilaksanakan jauh sebelumnya, kami hanya melanjutkan tradisi ini,” ungkapnya di kediamannya yang menjadi salah satu rumah diziarahi oleh warga jamaah ini, tepatnya di Jalan Mangga, Ahad (28/4).

Kegiatan ini sebut dia, kita berkumpul di masjid tua Jalan Sis Aljufri. Kemudian ke masjid Alkhairaat sambil menunggu semua yang datang. Di dalamnya terdapat juga tausiyah tokoh Alkhairaat. Pada lebaran kali ini, tausiyah diamanahkan kepada Habib Ali bin Muhamad Aljufri, yang juga Ketua MUI Provinsi Sulteng.

“Kegiatan ini bukan hanya keturunan Arab, seluruh masyarakat di Sis Aljufri dan Abnauulkhairaat pada umumnya dapat mengikuti kegiatan iwadh ini,”paparnya.

Ia menyebutkan, kegiatan ini ditutup di kediaman orang Arab tertua yaitu Syech Nasar (dulunya Kapten Arab di Palu) di Toko Nadoly, dan setelah itu bubar bersama-sama.

“Tradisi ini tidak memberatkan tuan rumah. Apapun mereka sajikan. Intinya silaturahmi,” jelasnya.

Olehnya kata dia, tradisi ini tetap mereka pertahankan, sejak orang tua-orang tua mereka. Hikmah tradisi ini, agar tidak memberatkan aktivitas ziarah ke seluruh rumah, sebab mereka dipertemukan pada saat iwadh.

Mereka berkumpul, hanya menyelesaikan setengah hari saja dari kegiatan iwadh ini.

Salahsatu warga keturunan Arab Habib Hasan Alhabsyi mengatakan, iwadh ini dilakukan, setelah sebulan penuh berpuasa. Setelah hasil berpuasa, maka mengunjungi rumah-rumah mencari tetua mereka, untuk mencari keberkahan. Mereka datang membaca qasidah-qasidah, doa dan berharap bertemu dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya.

Dalam pertemuan tersebut adapula dinamakan pembagian hagala. Hagala merupakan rezeki disisihkan dari pendapatan mereka, diberikan atas kegembiraan datangnya bulan suci Ramadhan dan dengan bertemunya Idul Fitri kita kembali pada fitrah yang ada.

Ia menambahkan, rumah-rumah dikunjungi tokoh-tokoh masyarakat dari marga Arab. Al-Amri, Abdun, Bachmid, Aljufri ,Alhabsyi , Bajamal satu atau dua rumah masing-masing perwakilan marga.

“Mereka juga menyiapkan sajian menu alakadarnya, dibutuhkan silaturahmi dan doa-doa ada di dalmnya,” imbuhnya.

Reporter: IKRAM
Editor: NANANG