POSO – Isu mitigasi bencana dan pelestarian lingkungan menjadi sorotan utama dalam dialog bertajuk “Membangun Kesadaran Pemuda untuk Mitigasi Bencana dan Pelestarian Alam” yang digelar di Kampus Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Poso, Selasa (2/9).
Kegiatan ini digelar secara kolaboratif oleh Yayasan Panorama Alam Lestari (Y.PAL), STAI Poso, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), CIDeP, Green Youth Movement, pemuda lintas organisasi, dan puluhan mahasiswa.
Narasumber utama, Fadhil Abdullah Panapa dari Y.PAL, menjelaskan potensi ancaman bencana baik dari faktor alam maupun non-alam.
Ia menegaskan pentingnya kolaborasi tiga pilar utama penanggulangan bencana, pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Ketiga komponen ini tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, melainkan harus saling melengkapi,” kata Fadhil.
Fadhil juga menguraikan konsep risiko bencana yang mencakup ancaman, kerentanan, dan kapasitas daerah. Menurutnya, upaya pencegahan sejak dini lebih efektif dibandingkan hanya mengandalkan penanganan pascabencana.
Aktivis sosial Sulawesi Tengah, Budiman Maliki, menambahkan bahwa generasi muda memiliki peran strategis dalam membangun budaya sadar bencana.
“Anak muda harus menjadi agen perubahan. Mereka bukan hanya pewaris lingkungan, tetapi juga aktor penting dalam memastikan mitigasi bencana menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari,” ujarnya.
Wakil Ketua III STAI Poso, Dr. Ibrahim Ismail, S.Ag., M.H.I., menegaskan komitmen kampus untuk mengintegrasikan kesadaran mitigasi bencana ke dalam pembelajaran dan aksi nyata mahasiswa. “STAI Poso berkomitmen menjadi ruang belajar sekaligus ruang aksi,” katanya.
Kegiatan ini ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif, di mana peserta aktif membahas strategi praktis penerapan mitigasi bencana di lingkungan masing-masing.