PONOROGO – Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI Farid Makruf, MA disambut penuh kehangatan di Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Rabu (11/1/2023). Prof. Dr. K.H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A.Ed., M.Phil, Rektor Unida sendiri yang langsung menyambutnya.
Adapun Mayjen TNI Farid Makruf, MA memang diminta mengisi kuliah umum di lembaga pendidikan yang berusia hampir seabad ini.
Saat memberikan sambutan, Rektor Unida berkelakar bahwa dari namanya, ia yakin bila Pangdam V/Brawijaya adalah santri. Apalagi bila asalnya dari Madura.
“Dari namanya saya yakin Pangdam ini adalah santri. Apalagi lahir di Bangkalan. Orang Madura itu semua adalah santri,” sebut Rektor luaran University of Punjab, Lahore, Pakistan ini.
Dia menyebut Mayjen TNI Farid Makruf, MA sebagai ‘Tentara Ilmuwan’.
“Itu karena beliau tamat Master of Art dari University of Hull, Inggris,” ungkap putra salah seorang pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor, K.H. Imam Zarkasyi.
Pada saat sama, K.H. Hamid Fahmy Zarkasyi juga mengenalkan Unida sebagai tingkat tingginya Pontren Modern Gontor. Unida terdiri dari 7 fakultas umum dan agama.
Rektor Unida ini menyebut bahwa Gontor saat ini tengah menuju usai 1 abad. Didirikan pada 1926 sebelum Indonesia merdeka. Menurutunya, semua yang dikerjakan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT dan untuk Ibu Pertiwi, Indonesia.
“Ini adalah wawasan kebangsaan dalam konteks kekinian,” sebut dia.
Bercita-cita Masuk Gontor
Saat mengawali kuliah umum, Pangdam V/Brawijaya mengungkapkan bahwa dirinya pernah bercita-cita mondok di Gontor. tapi kemudian seiring perjalanan waktu, ia memutuskan masuk ke Akabri dan menjadi TNI.
Pangdam mengenalkan diri sebagai orang ‘Madura Asli’ karena gelar kesarjanaannya dari University of Hull itu tertulis M.A.
Mayjen TNI Farid Makruf memaparkan penugasannya yang terkait dengan upaya melawan radikalisme, terorisme dan penanggulangan bencana di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.
“Waktu saya masih muda bercita-cita mondok di Gontor, tapi kemudian seiring perjalanan waktu saya berobah pikiran. Saya kemudian masuk TNI. Hari ini saya tidak menyangka diberi kesempatan beri kuliah di sini,” aku dia.
Ia menceritakan besar di Kopassus, sama dengan Mayor Inf Misirin, Kasdim 0802/Ponorogo. Lalu menjalankan sejumlah penugasan. Saat di Kostrad ia menjadi Komandan Brigif 13/Galuh pada 2011—2013.
Saat menjadi Danrem 162/Wira Bhakti, Mataram dan Danrem 132/Tadulako, Palu ia mendapat cobaan serupa. Di NTB ada persoalan radikalisme. Ada pula bencana gempa bumi yang mengakibatkan tidak kurang 47 ribu rumah penduduk rusak. Itu semua ditanganinya dengan baik. Baik saat menjadi Danrem maupun Dansatgas Penanggulan Bencana NTB.
Di Palu, selain bencana alam berupa gempa bumi, tsunami dan likuifaksi ada kasus terorisme yang melibatkan Mujahiddin Indonesia Timur (MIT).
“Alhamdulillah, kasus terorisme itu bisa kami tanggulangi berkat sinergitas TNI dan Polri yang kuat,” sebutnya.
Di saat sama, ia memotivasi para mahasiswa untuk jangan takut bermimpi dan bercita-cita.
“Saya anak kampung, anak dari Tanah Merah, Bangkalan bisa berkeliling ke-32 negara berbekal bahasa Inggris. Saya mau para mahasiswa di sini yang sudah punya kemampuan berkat didikan di Gontor jangan pernah takut dan malu untuk bersaing dengan yang lainnya,” pesan Mayjen TNI Farid Makruf.
Mengenalkan Filosofi Tadulako
Di hadapan ratusan mahasiswa Unida yang mengikuti kuliah umum itu, Pangdam V/Brawijaya mengenalkan filosofi Tadulako.
“Di Sulawesi Tengah itu ada Tadulako. Ini sebuah konsepsi dan nilai-nilai luhur budaya masyarakat Sulawesi Tengah. Tadulako bukanlah sosok belaka atau seseorang saja, ia konsepsi dan nilai kejujuran, keberanian, kesetiaan dan kejuangan,” beber Mayjen TNI Farid Makruf.
Saat itu, seperti dikisahkannya pada para mahasiswa ini, ia ingin membangkitkan dan mewariskan nilai-nilai itu kepada generasi penerus untuk diimplementasikan dalam perilaku keseharian.
Mantan Kepala Penerangan Kopassus ini menyebutkan bahwa generasi muda tengah dihadapkan pada persoalan-persoalan moralitas. Ia mencatat ada tawuran antarperguruan silat, antarpelajar, antarsupporter bola, seks bebas, geng motor, narkoba dan lain-lain. Sementara di beberapa daerah semisal Bima dan Poso, soal generasi muda yang terpapar radikalisme dan terorisme. Itulah yang menjadi perhatiannya.
Di akhir kuliah umum, Mayjen TNI Farid Makruf berpesan; “Cintailah perbedaan. Perbedaan itulah rahmat dari Tuhan. Kita mesti kompak, bersatu untuk bangkit dan maju serta tak memonopoli kebenaran seperti kaum radikalis itu.”
“Akhirnya dare to dream. Jangan takut untuk bermimpi,” pungkas Mayjen TNI Farid Makruf. *