PALU – Pondok Pesantren (Ponpes) akan dihadapkan pada tiga tantangan besar dimasa mendatang, yakni kelangkaan ulama, modernitas dan masalah kebangsaan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sulteng, H. Abdullah Latopada pada pembukaan Seleksi Musabaqah Qira’tul Kutub (MQK) tingkat Provinsi Sulteng di Kota Palu, dua hari lalu.
Kata Kakanwil, kelangkaan ulama tidak mudah karena harus memenuhi persyaratan lahiriah dan bathiniah. Persyaratan lahirriah, seseorang ulama harus memiliki perangkat keilmuan agama yang komprehensif . sedangkan persyaratan batinnya, seseorang ulama harus memiliki tingkat spritual yang hebat.
“Untuk sampai ditingkat itu dibutuhkan proses pelatihan dan riyadlah yang luar biasa dan itu membutuhkan waktu lama. ini hal yang perlu dicermati bersama untuk dicarikan solusi, ini tantangan kita yang luar biasa,” terangnya.
Tantangan kedua terkait dengan modernitas yang dimaksud Kakanwil adalah sebagian masyarakat masih ada yang meragukan eksitensi pesantren sebagai tempat penyemaian modernitas. Padahal salahsatu doktrinnya kalangan pesantren adalah melestarikan warisan terdahulu yang baik sambil mengadopsi hal-hal kekinian yang lebih baik lag.
“Pesantren modern itu tidak meninggalkan tradisi yang selama ini menjadi tradisi pada pondok pesantren,” katanya.
Olehnya dia berharap, pesantren kedepan tidak hanya harus mempertahankan tradisi membaca kitab kuning, tetapi juga harus mengadaptasi perubahan zaman yang luar biasa. Bagaimana pesantren mengembangkan kehiduan modern tapi tidak meninggalkan dari fungsi tafaqquh fid-din.
Tantangan ketiga terkait dengan kebangsaan kata Abdullah kedepan kehidupan berbangsa dan bernegara kita akan dihadapkan pada pertarungan idielogis yang sangat luar biasa. Maka kata dia, Pesantren harus harus menjadi garda terdepan dalam menguatkan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Olehnya, Abdullah Latopada melalui MQK bisa menjadi instrumen untuk melihat kedepan bahwa dari mereka yangbmempunyai pemahaman baik terhadap kitab kuning.
“Diharapkan ketika dibina secara baik nantinya bisa menjadi kyai atau ulama. MQK adalah salah satu jawaban bahwa pesantren tidak kehilangan auranya untuk terus mengkaji dan mengakrabi ilmu-ilmu yang terkandung dalam kitab kuning. Kalau tadi saya menyebutkan tantangan maka inilah jawabannya,” tandasnya. (YAMIN)