Ini Tantangan yang Dihadapi Bawaslu dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu

oleh -
UIN Datokarama Palu, Dr. Sahran Raden, saat menjadi narasumber Rakor Pengawasan Tahapan Pencalonan Anggota DPRD pada Pemilu 2024 yang dilaksanakan Bawaslu Provinsi Sulteng, di Palu, Rabu (01/11). (FOTO: IST)

PALU – Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  (Pemilu) telah memberikan kewenangan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk menyelesaikan sengketa pemilu.

Namun dari kewenangan tersebut, ada beberapa faktor yang dinilai menjadi tantangan Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa pemilu tersebut.

Hal ini dikatakan Dosen Ilmu Hukum Tata Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Dr. Sahran Raden, saat menjadi narasumber Rapat Koordinasi (Rakor) Pengawasan Tahapan Pencalonan Anggota DPRD pada Pemilu 2024 yang dilaksanakan Bawaslu Provinsi Sulteng, di Palu, Rabu (01/11).

Pada kesempatan itu, Sahran menyampaikan materi tentang “Potensi Sengketa Proses pada Penetapan Tahapan Daftar Calon Tetap Anggota DPRD Provinsi dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota”

Menurutnya, beberapa tantangan yang dimaksud antara lain, faktor kelembagaan dan kebebasan majelis yang terkait dengan kemandirian dan profesionalitas sumber daya manusia.

“Selanjutnya faktor politik. Tekanan politik yang berakibat putusan itu bersifat manipulatif. Bahwa seringkali putusan dapat dipengaruhi oleh faktor non hukum,” lanjut Ketua KPU Provinsi Sulteng periode 2013-2018 itu.

Ia menambahkan, faktor lainnya adalah hukum atau aturan yang belum memadai. Menurutnya, pengaturan terkait dengan penyelesaian sengketa pemilu disadari belum memenuhi keadilan hukum secara substansial.

Tim Pemeriksa Daerah, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Sulteng Tahun 2018-2021 itu menambahkan, UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa sengketa proses pemilu meliputi sengketa antara peserta pemilu dengan peserta pemilu.

“Sengketa ini biasanya terjadi akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU provinsi dan kabupaten/kota. Sengketa ini terjadi karena ada hak peserta pemilu yang dirugikan secara langsung oleh peserta pemilu lain,” jelasnya.

Sengketa proses lainnya adalah sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota.

Menurutnya, putusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa proses pemilu bersifat final dan mengikat, kecuali putusan terhadap sengketa proses pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, dan penetapan pasangan calon.

Ia juga mengungkapkan sejumlah potensi sengketa proses, antara lain perbedaan tanda gambar dan nomor urut partai politik peserta pemilu serta nomor urut, nama lengkap dan foto diri terbaru bakal calon/daftar calon.

“Potensi lainnya adalah penggantian bakal calon/daftar calon, pengajuan perpindahan daerah pemilihan pada perwakilan dan partai politik yang sama, KPU atau KPU provinsi dan kabupaten/kota mengumumkan DCT dan presentase keterwakilan perempuan tidak sesuai dengan tata cara prosedur dalam PKPU,” urainya.

Selain itu, kata dia, syarat pengunduran diri dari calon anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota juga bisa menjadi potensi sengketa proses.

Lebih lanjut ia mengatakan, hakekat keberadaan Bawaslu dalam dinamika pelaksanaan pemilu di Indonesia adalah untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis, berintegritas, menjamin kepastian hukum dan mewujudkan Pemilu yang efektif dan efisien serta dalam rangka menegakan hukum dan keadilan pemilu.

“Putusan Bawaslu sebagai mahkota penegakan hukum dan keadilan pemilu memiliki kekuatan eksekutorial sebab dirasakan belum memenuhi rasa keadilan, yang berisikan asas kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan hukum,” ujar Ketua PW ISNU Sulteng ini.

Untuk itu, kata dia, putusan Bawaslu diharapkan dapat mempertimbangkan rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Selain itu, sifat putusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu harus dimaknai sebagai putusan yang dikeluarkan oleh lembaga quasi pengadilan atau quasi yudisial yang posisinya sama dengan para hakim di pengadilan.

“Kita juga berharap penyelesaian sengketa pemilu oleh Bawaslu bisa mandiri dan independen, transparansi dan akuntabal, profesional dalam menyelesaikan sengketa secara profesional serta  produk putusan yang berkeadilan, berkepastian hukum dan kemanfaatannya,” imbuhnya. (RIFAY)