Ini Tantangan Pengajuan Pahlawan Nasional dari Sulteng

oleh -
Monumen Lasadindi di Desa Toaya, Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala. (FOTO: JAMRIN AB)

DONGGALA – Wacana pengusulan Pahlawan Nasional dari Sulawesi Tengah kembali mengemuka dalam seminar webinar yang dilaksanakan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sulawesi Tengah, belum lama ini.

Banyak tanggapan yang dikemukakan sejumlah pihak dalam seminar tersebut, sekaligus keprihatinan karena sampai saat ini Sulawesi Tengah belum mempunyai pahlawan nasional yang diakui oleh negara.

Salah satu narasumber, Idrus A. Rore (Dosen Sejarah FKIP UTAD) yang juga anggota TP2GP (Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah) Sulteng, menjelaskan, ada banyak tantangan yang dihadapi dalam pengusulan pahlawan tersebut.

Namun, kata dia, Sulteng masih tetap memiliki peluang. Walaupun pengajuan tokoh pejuang seperti Lasadindi telah ditolak, namun masih memiliki satu kali lagi peluang.

“Jika dianalisis, tradisi pengajuan Pahlawan Nasional dari Sulawesi Tengah sejak tahun 1998 hingga 2019, maka teridentifikasi beberapa aspek kelemahan atau kendala sekaligus tantangan ke depan yang harus diantasipasi,” jelas Idrus.

BACA JUGA :  Ketua Komda Ajak Seluruh Abnaul di Touna Berpartisipasi di Milad ke-94 Alkhairaat

Kata dia, di antara kelemahan tersebut berupa substansi berkaitan dengan metodologi, objektivitas, dan kejelasan sumber deksprisi tokoh yang diajukan.

Menurutnya, kebanyakan tokoh yang muncul sebelum tahun 2010 lebih bertumpu pada tradisi lisan yang memicu perdebatan.

Idrus mencontohkan H. Hayun dan Lasadindi yang gagal menperoleh predikat Pahlawan Nasional karena kendala substansi. Sedangkan SIS Aljufri atau Guru Tua sudah memenuhi syarat substansi, namun karena alasan administratif kemudian ditolak sebagai Pahlawan Nasional.

BACA JUGA :  Ketum PB: Milad ke-94 Alkhairaat, Momentum Menghadirkan Spirit Kepahlawanan Guru Tua

“Kasus Lasadindi misalnya, ketika diusulkan tidak didukung monumen yang memadai untuk mengabadikan namanya. Bahkan nama jalan di ibu kota kabupaten tidak ditemukan sehingga bisa dipastikan tokoh sebesar Lasadindi kurang di kabupaten lain di lingkup Sulawesi Tengah,” jelasnya.

Selain itu, lanjut dia, jejak sejarah yang berimplikasi psikogis bagi generasi sekarang. Bagi beberapa pihak di daerah tertentu, misalnya di Tolitoli, potensial mengintrodusir semacam beban masa lalu, sehingga mereduksi tokoh lain yang justru memiliki ikatan darah dan emosional dengan komponen masyarakat yang sekarang justru memiliki kuasa dan kendali dalam birokrasi atau dalam institusi lain.

Lebih lanjut Idrus mengatakan, peluang mengorbitkan pahlawan harus ada perencanaan yang matang, dalam arti tidak tergesa-gesa, dan perlu kesadaran kolektif yang melibatkan berbagai stakeholder kompeten.

BACA JUGA :  Bakal Calon Bupati Morowali Iksan Ziarah di Makam Habib Idrus bin Salim Aljufri, di Palu

Utamanya, lanjut dia, perlunya kajian awal yang komprehensif dan objektif.

Terkait adanya rencana pengajuan tokoh Tombolotutu sebagai Pahlawan Nasional dari Sulteng, Idrus menyarankan agar betul-betul dilengkapi seluruh syaratnya.

Sebab, kata dia, dalam undang-undang sudah jelas apa saja syarat yang harus dipenuhi, sehingga persiapannya harus matang.

“Kalau saja pengajuan sudah dilakukan sampai dua kali, maka tidak ada lagi peluang berikutnya,” tutupnya. (JAMRIN AB)