PALU – Pemerintah telah memberikan sinyal akan menenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi. Isu ini ditandai dengan beberapa aksi penolakan yang dilakukan kalangan mahasiswa di sejumlah daerah.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan pemerintah adalah untuk menahan konsumsi penggunaan BBM yang disubsidi APBN sekira Rp502,4 triliun tahun ini. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah dampak kenaikan harga minyak mentah dunia yang sempat bertengger lama di atas US$ 100 per barel.

Menanggapi isu tersebut, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sulawesi Tengah (Sulteng), Muh Hidayat Pakamundi yang dihubungi media ini, Sabtu (27/08), mengatakan, jika ditanya terkait sikap partai, maka Demokrat yang sesuai slogannya Partai yang Berkoalisi dengan Rakyat, tentunya akan tampil terdepan membela rakyat, manakala ada kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat.

“Memang dari pemerintah salah satu alasannya adalah subsidi untuk BBM ini terlalu besar. Tapi menurut kami, saat ini rakyat lagi susah, jadi kalau masih bisa ditunda untuk belum menaikkan dulu maka kita sarankan agar ditunda dulu. Ditundalah kebijakan yang meresahkan ini, karena rakyat tentunya mau harga BBM ini tetap stabil, apalagi untuk BBM bersubsidi,” kata Hidayat.

Anggota Komisi IV DPRD Sulteng itu mengakui, saat ini sedang terjadi kenaikan harga minyak mentah secara global dan secara nasional pemerintah akan menyesuaikan.

“Tapi kita juga ada beberapa kebijakan yang bisa ditunda dulu agar supaya stabilitas ekonomi tetap terjaga, kan pemerintah punya alat untuk menstimulasi ekonomi sehingga rakyat juga bisa sejahtera,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika pun ada solusi untuk pembatasan pemakaian BBM bersubsidi agar benar-benar tepat kepada masyarakat yang berhak atau ada semacam penyaluran BLT (Bantuan Langsung Tunai), namun kata dia, justru lebih baik lagi jika subsidi BBM tetap seperti biasa dan BLT juga tetap jalan.

“Tapi memang kalau kebijakan itu harus dijalankan, maka solusinya memang harus ada BLT. Tapi prinsipnya kita menolak kenaikan harga BBM, paling tidak cari waktu yang tepat kalau memang kebijakan menaikkan harga BBM ini tetap dilakukan,” tandasnya.

Hal senada juga dikatakan Anggota Komisi IV lainnya, Ibrahim A. Hafid. Politisi Partai NasDem itu mengatakan, untuk mereka yang setiap saat berada di tengah-tengah masyarakat, pastinya mengetahui pasti apa yang dialami masyarakat dengan adanya isu kenaikan harga BBM. Kata dia, masih sebatas isu saja, harga bahan pokok sudah naik.

“Menurut kami, ini isu yang paling sensitif. Makanya harus ada penyelematan yang dilakukan pemerintah ketika akan menaikan harga BBM. Harus ada antisipasi di tengah masyarakat, karena tidak semua daya beli masyarakat sama,” katanya.

Ia menjelaskan, Sulteng sendiri masih dikategorikan sebagai daerah yang banyak populasi miskin.

Oleh karena itu, lanjut dia, di skop daerah, pemerintah juga harus mencarikan solusi apabila benar-benar terjadi kenaikan harga BBM ini.

“Jika pun akan terjadi, maka perlu ada solusi pengamanan ke masyarakat miskin. Khawatirnya, yang sekarang statusnya masih pra sejahtera, bisa saja nanti justru menjadi miskin esktrem karena kondisi ini, olehnya harus ada upaya antisipasi yang harus dilakukan,” tuturnya.

Meurutnya, upaya pemberian BLT juga bisa ada benarnya. Namun demikian, upaya lain juga perlu dilakukan, diikuti dengan penegakan hukum berkaitan dengan kelangkaan BBM, perlu investigasi secara baik mengapa BBM menjadi langka.

“Petani dan nelayan kita butuh BBM tetapi mereka susah mendapatkan. Bagaimana mereka bisa menutupi kebutuhannya, jadi antisipasinya memang harus ada,” tekannya.

Secara pribadi, kata dia, ia sendiri masih menyangsikan akan ada kenaikan harga BBM, karena baru sebatas isu. (RIFAY)