PALU- Terkait buruknya tata kelola sumber daya alam (SDA) di Provinsi Sulawesi Tengah, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulteng memberikan catatan rekomendasi kepada pemerintah, aparat penegak hukum dan Komnas HAM.
Inilah rekomendasi disampaikan, Koordinator tim Kajian divisi Advokasi WALHI Sulteng , Khaerudin dalam konferensi pers secara daring catatan akhir tahun 2020 WALHI Sulteng, buruk rupa pengelolaan sumber daya alam (SDA) Sulteng, Selasa (28/12).
Pertama, kepada pemerintah untuk mengutamakan fungsi pengendalian kebijakan rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten berbasis mitigasi bencana yang adil dan berkelanjutan. Ke dua, kepada pemerintah untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup pada wilayah- wilayah yang mengalami kerusakan lingkungan.
Selanjutnya, ke tiga, kepada pemerintah untuk menyelesaikan kasus konflik agraria yang berpihak pada masyarakat sebagai korban konflik. Ke empat, Kepada Gubernur dan Walikota/Bupati terpilih untuk mengarusutamakan perlindungan lingkungan hidup dalam pembangunan, dan melahirkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang demokratis, adil dan berkelanjutan.
Lalu ke lima, kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran hukum lingkungan, tanpa diskriminatif dan tebang pilih. Ke enam, kepada pemerintah untuk memastikan pemenuhan hak korban bencana Padagimo secara adil dan merata.
Terakhir, ke tujuh, kepada aparat penegak hukum dan Komnas HAM untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Sulawesi Tengah.
Sementara Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulteng, Abd. Haris Lapabira mengatakan, kasus-kasus yang terjadi dicatat walhi Sulteng, adalah kasus-kasus terjadi 5 atau 10 tahun yang lalu.
“Yang mana pengelolaan sumber daya alam tidak mengalami perubahan, ” kata Haris.
Haris menyebutkan, tidak berubahnya pengelolaan sumber daya alam berdampak pada lingkungan hidup, kemudian itulah disebut pihaknya buruk rupa pengelolaan SDA tersebut.
Haris menambahkan, pihaknya juga merasa heran berbagai regulasi diproyeksikan oleh pemerintah untuk bisa melakukan perlindungan terhadap lingkungan hidup, tapi kasus-kasus tersebut terjadi.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memproteksi tidak terjadi pelanggaran hukum dan HAM, tapi banyak kasus-kasus terjadi pada petani.
“Tapi tidak ada penegakan hukum secara serius terhadap industri ekstraktif sudah jelas melakukan pelanggaran,” sebutnya.
Olehnya, pihaknya merasa prihatin dengan tidak adanya penegakan hukum terhadap korporasi, baik kejaksaan maupun pihak kepolisian, melihat buruknya pengelolaan SDA berdampak pada rusaknya lingkungan hidup,
Haris menyoroti rezim pemerintah saat ini, dinas lingkungan hidup banyak gagal dalam pengelolaan lingkungan hidup. Bahkan dalam beberapa kesempatan, sebagai komisi tim penilai AMDAL provinsi Sulteng, saat melakukan protes terhadap dua AMDAL perusahaan mendapat respon kurang baik.
“Dalam hal ini pemerintah gagal memastikan peran masyarakat sipil, sebagai bagian dari kontrol kebijakan yang diproduksi,” imbuhnya.
Haris berharap di kepemimpinan kepala daerah yang baru, bisa memberikan arah baru kebijakan pengelolaan sumber daya alam di Sulteng yang lebih baik.
“Pemerintah bisa lebih terbuka menerima, kritikan dan masukan dalam tata pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam , untuk tata kelola lebih baik kedepanya,” pungkasnya.
Baca berita tetkait, http://walhi-65-juta-hektar-daratan-sulteng-dikuasai-korporasi-tambang-dan-kebun-sawit
Reporter: Ikram