Ini Rancangan Dapil dan Alokasi Kursi DPRD Sulteng di Pemilu 2024

oleh -
Kegiatan uji publik rancangan penataan dapil dan alokasi kursi DPRD Sulteng, Kamis (19/01). (FOTO: media.alkhairaat.id/Rifay)

PALU – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) telah merampungkan rancangan daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi DPRD Provinsi Sulteng pada Pemilu 2024 mendatang.

Rancangan dapil dan alokasi kursi tersebut dilakukan menyusul bertambahnya jumlah penduduk. Saat ini, jumlah penduduk Sulteng tercatat sebanyak 3.074.958 jiwa yang menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah kursi di DPRD Provinsi Sulteng, dari sebelumnya sebanyak 45 kursi, menjadi 55 kursi.

Sesuai rancangan yang telah dibuat KPU, maka Sulteng yang sebelumnya (Pemilu 2019) sebanyak 6 dapil, pada Pemilu 2024 nanti akan bertambah satu menjadi 7 dapil. Nantinya, alokasi kursi di tiap dapil juga akan bertambah.

Adapun rancangan dapil yang telah disusun KPU Sulteng, yakni Sulawesi Tengah 1 Kota Palu sebanyak 7 kursi, sebelumnya 6 kursi. Sulawesi Tengah 2 Parigi Moutong sebanyak 8 kursi, sebelumnya 7 kursi. Sulawesi Tengah 3 Tolitoli-Buol sebanyak 7 kursi, sebelumnya 6 kursi. Sulawesi Tengah 4 Banggai-Banggai Kepulauan-Banggai Laut sebanyak 10 kursi, sebelummya 8 kursi.

Sementara itu, Sulawesi Tengah 5 yang sebelumnya adalah gabungan Poso-Tojo Una Una-Morowali-Morowali Utara dengan total 10 kursi, nantinya akan dipecah menjadi dua dapil.

Dapil 5 sendiri hanya gabungan Poso dan Tojo Una-Una dengan alokasi 7 kursi. Sementara Morowali dan Morowali Utara akan menjadi dapil sendiri (dapil 6) dengan alokasi 6 kursi.

Selanjutnya Sulawesi Tengah 7 Sigi-Donggala dengan alokasi 10 kursi, sebelumnya 8 kursi.

Rancangan dapil dan alokasi kursi tersebut telah dilakukan uji publik oleh KPU Provinsi Sulteng, dengan menghadirkan pihak terkait, Kamis (19/01). Hasil uji publik tersebut akan diusulkan dan nantinya akan ditetapkan oleh KPU RI.

Ketua Divisi Teknis Penyelenggara Pemilu, KPU Provinsi Sulteng, Samsul Y Gafur, mengemukakan tujuh prinsip penataan dapil dan alokasi kursi, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 185 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Prinsip pertama, kata dia, kesetaraan nilai suara, yakni upaya untuk meningkatkan nilai suara atau harga kursi yang setara antara 1 dapil dan dapil lainnya dengan prinsip 1 orang-satu suara-satu nilai.

“Kemudian prinsip ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional: ketaatan dalam pembentukan Dapil dengan mengutamakan jumlah kursi yang besar agar persentase jumlah kursi yang diperoleh setiap partai politik setara mungkin dengan persentase suara sah yang diperoleh,” jelasnya.

Selanjutnya, prinsip proporsionalitas, yaitu kesetaraan alokasi dengan memerhatikan kursi antar dapil agar tetap terjaga perimbangan alokasi kursi setiap dapil.

Prinsip integralitas wilayah, dalam hal ini memerhatikan beberapa provinsi, beberapa kabupaten/kota, atau kecamatan yang disusun menjadi 1 dapil untuk daerah perbatasan, dengan tetap memerhatikan keutuhan dan keterpaduan wilayah, serta mempertimbangkan kondisi geografis, sarana perhubungan, dan aspek kemudahan transportasi.

“Berada dalam cakupan wilayah yang sama, yaitu penyusunan dapil anggota DPRD kabupaten/kota yang terbentuk dari satu, beberapa, dan/atau bagian kecamatan yang seluruhnya tercakup dalam suatu dapil anggota DPRD provinsi,” terangnya.

Berikutnya adalah kohesivitas, yaitu prinsip penyusunan dapil dengan memerhatikan sejarah, kondisi sosial budaya, adat istiadat dan kelompok minoritas.

“Terakhir prinsip kesinambungan, yaitu memerhatikan dapil yang sudah ada pada pemilu sebelumnya, kecuali jika alokasi kursi pada dapil tersebut melebihi batasan maksimal alokasi kursi setiap dapil atau apabila bertentangan dengan keenam prinsip di atas,” tutur Samsul.

Samsul juga menguraikan urgensi dilakukannya penataan dapil, yaitu adanya perubahan jumlah penduduk yang mengakibatkan alokasi kursi dalam satu dapil melebihi batas maksimal dan/atau kurang dari batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang.

“Adanya dapil pada pemilu sebelumnya yang bertentangan dengan prinsip-prinsip penataan dapil serta adanya pemekaran wilayah atau bencana alam,” imbuhnya.

Sementara itu, Divisi Perencananaan, Data dan Informasi KPU Sulteng, Halima, mengatakan, adanya ketambahan jumlah penduduk, membuka ruang bagi KPU untuk melakukan penataan dapil.

Kata dia, dalam menata dapil beserta alokasi kursi, KPU tidak serta merta memasukkan angka-angka, namun ada rumus tersendiri yang digunakan.

“Harapan kita, dengan adanya penataan dapil dan alokasi kursinya, maka partisipasi pemilih juga meningkat di Pemilu 2024,” katanya.

Sebab, kata dia, saat penataan dapil dan alokasi kursi, basis yang digunakan adalah data jumlah penduduk. Namun untuk bisa seseorang menduduki satu kursi, basisnya bukan lagi jumlah penduduk, tapi jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya pada hari H.

“Biasanya ini akan berefek pada tingkat partisipasi, ketika suatu kursi diperoleh dengan sedikit suara, itu biasanya disebabkan oleh banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya,” jelasnya.

Menurutnya, hal ini penting menjadi catatan partai politik, bahwa tidak serta merta pemilih di suatu dapil banyak, yang akan menggunakan hak pilihnya juga banyak.

“Itu kembali kepada kesadaran masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya,” tekannya.

Ia menekankan bahwa bahwa kursi tidak serta merta ada dengan sendirinya, tapi berbasis jumlah penduduk.

“Maka akan menjadi naif jika banyak penduduk yang notabene menjadi basis alokasi kursi, kemudian tidak memanfaatkannya dengan cara menggunakan hak pilihnya,” tutupnya. (R(FAY)