PALU- Tiga tahanan Kejati Sulteng terduga tindak pidana korupsi dalam pemasaran kredit pra-pensiun dan pensiun berdasarkan kerjasama PT Bank Sulteng dengan PT BAP Tahun 2017-2021, diduga merugikan keuangan negara Rp7 miliar saat ini dititip di Rutan Polres Palu dan rencananya pagi ini dibawa ke Rutan Kelas II A Palu.
Ketiga tersangka penahanannya dialihkan sementara di Rutan Polres Palu yakni Rahmat Abdul Haris (RAH) Mantan Dirut Bank Sulteng, Bekti Haryono (Dirut PT Bina Arta Prima (BAP), Nur Amin (Mantan Kadiv Kredit Bank Sulteng)
Sedangkan terhadap tersangka Asep Nurdin (AN) Komut PT BAP pemeriksaannya dijadwalkan Senin (30/1) pekan depan , sebab tadi bersangkutan tidak hadir karena satu halangan.
Kepala Seksi Penerangan hukum (Kasipenkum) Mohammad Ronald memaparkan sampai terjadi peristiwa tindak pidana korupsi (Tipikor) itu berawal 2017, PT Bank Sulteng melakukan Perjanjian Kerjasama Pengembangan dan Pemasaran Kredit Pra Pensiun dan Pensiun dengan PT. Bina Arta Prima berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama Nomor 071/BPD-ST/DIR/KRD/PKS/2017 dan 148/BAP-Sulteng/PKS/IV/2017 tanggal 2 April 2017.
Ia menuturkan, bahwa kemudian ditetapkan adanya tarif marketing fee sebesar 3,9 persen secara tidak tertulis antara PT Bank Sulteng dan PT Bina Artha Prima (BAP).
Menurutnya, PT Bank Sulteng tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penunjukan PT BAP, karena tidak melakukan verifikasi terhadap kapabilitas PT BAP terkait pengalaman melakukan pemasaran kredit bidang perbankan dan validasi pegawai memiliki sertifikasi pemasaran kredit bidang perbankan.
Ia menyebutkan, PT BAP baru berdiri pada 2 Agustus 2016 sesuai akta pendirian perusahaan diterbitkan oleh Notaris H. Ade Ardiansyah, Nomor 10 tanggal 2 Agustus 2016.
Sedangkan Perjanjian Kerjasama,ujarnya dilakukan pada 2 April 2017, sehingga dalam kurun waktu 4 bulan sejak didirikan PT BAP tidak memiliki kapabilitas sebagai perusahaan jasa pemasaran yaitu tidak memiliki pengalaman, prestasi, kinerja keuangan/laporan keuangan audited dan SDM profesional, namun diberikan kepercayaan oleh PT Bank Sulteng untuk melakukan jasa pemasaran bidang kredit perbankan menjadi core business PT Bank Sulteng.
Pendapatnya, hal ini tidak sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 9/POJK.03/2016 tentang prinsip kehati-hatian Bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan kerja kepada pihak lain Pasal 6 huruf C yang menegaskan bahwa Bank hanya dapat melakukan perjanjian alih daya dengan Perusahaan Penyedia yang memenuhi persyaratan, paling sedikit memiliki kinerja keuangan dan reputasi baik serta pengalaman cukup.
Kemudian sebutnya, Bank Sulteng menunjuk PT BAP sebagai perusahaan melaksanakan jasa pemasaran kredit pra pensiun dan pensiun tidak melalui tata cara pengadaan barang/jasa diatur dalam Peraturan Direksi tentang pedoman Pengadaan Barang/Jasa.
“PT Bank Sulteng tidak mengidentifikasi kebutuhan jasa diperlukan dan tidak menetapkan rencana penganggaran untuk kegiatan pengembangan pemasaran kredit pra pensiun dan pensiun,” bebernya.
Lalu Ronald menjelaskan, PT Bank Sulteng menetapkan tarif jasa marketing sebesar 3,9 persen dari total pencairan kredit berdasarkan kesepakatan lisan dan tidak dituangkan dalam risalah kesepakatan secara tertulis.
Menurutnya lagi, akibat dari penunjukan PT BAP tidak sesuai dengan ketentuan dan penetapan marketing fee tidak proporsional sehingga terdapat kelebihan pembayaran marketing fee mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.7.124.897.470,16 (tujuh milyar seratus dua puluh empat juta delapan ratus sembilan puluh tujuh ribu empat ratus tujuh puluh rupiah enam belas sen).
“Berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara auditor BPKP Perwakilan Sulteng Nomor : PE 03/SR-254/PW19/5/2022 tanggal 26 Agustus 2022,” imbuhnya.
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG