PALU- Berdasarkan catatan satuan tugas operasi (Satgas Operasi) Madago Raya, ada 10 kasus pembunuhan dan pembakaran menjadi bukti kekejaman Ali Ahmad dan kawan-kawan, yang tewas ditembak satgas operasi Madago Raya, bersama Jaka Ramadan di Desa Astina, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu (18/9).
“Sepuluh kasus itu dilakukan Ali Ahmad, sepanjang 2017 sampai 2021,” kata Kasatgas Humas Operasi Madago Raya, Kombes Pol. Didik Supranoto, kepada MAL Online, Rabu, (22/9).
Kasus itu antara lain, kata dia,
pembunuhan di Desa Parigi Mpu Kabupaten Parigi Moutong 3 Agustus 2017 silam, dengan korban Simon Suju. Pembunuhan di desa Salubanga Kecamatan Sausu Kabupaten. Parigi Moutong, 30 Desember 2018 korban Ronal Batau alias Anang.
Selanjutnya kata dia, pembunuhan di Pegunungan Penghulu Kanan, Desa Berdikari Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi, 23 Mei 2019, korban Njue.
Pembunuhan di Pegunungan batu tiga desa Tindaki, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong 25 Juli 2019, korban Tamar dan Patte.
Lebih lanjut, kata dia, Pembunuhan di perkebunan dusun Sipatuo, desa Kilo Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso 7 April 2020, korban Rattapo alias Daeng Tapo. Pembunuhan di pegunungan Km.9 desa Kawende Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso 19 April 2020, korban Ambo Ajeng alias Papa Angga.
Kemudian, pembunuhan di perkebunan Tahiti desa Sangginora Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso 9 Agustus 2020, korban Agus Balumba alias Papa Sela.
Lalu, penemuan mayat di Jalan trans Poso Napu desa Maholo, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, 14 Agustus 2020, korban Eliyas Lapulalang.
Pembunuhan dan pembakaran di dusun V trans Lenovu desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, 27 November 2020, korban 4 orang yaitu Nakka, Ferdy alias Pedi, Pinu dan Yasa
Pun, Pembunuhan di pegunungan Patiroa Desa Kalimago Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso, 11 Mei 2021, korban 4 orang atas nama Lukas Lese Puyu, Paulus Papa, Simson Susa, Marten Solong.
Didik mengatakan, data kejahatan atau kekejaman di luar perikemanusiaan dilakukan Ali, perlu dipublikasi, agar masyarakat memahami perbuatan telah dilakukan.
Ia mengatakan, berdasarkan fakta-fakta tersebut, diimbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan rasa simpati sekecil apapun kelompok ini (kelompok teroris Poso).
Sebab menurutnya, mereka bukan pahlawan tetapi sebagai kelompok teroris yang selalu menyebar ketakutan. Jangan berikan bantuan logistik/makanan, informasi.
“Laporkan kepada Polri atau TNI apabila ada orang mencurigakan, mempunyai ciri-ciri fisik seperti gambar DPO telah disebar oleh Satgas Madagoraya, ” imbaunya.
Ia menambahkan, DPO saat ini tersisa 4 orang dan tim satgas Madago terus mengintensifkan pencarian, mohon doa dan dukungan masyarakat Sulteng.
“Agar tugas dapat segera diselesaikan,” pungkas Kasatgas Humas Madagoraya.
Ali Kalora memiliki nama asli Ali Ahmad, nama Kalora disematkan pada dirinya, karena pernah tinggal di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso. Ali Kalora lahir 30 Mei 1981 di Gowa Sulawesi Selatan.
Dia menjadi pemimpin kelompok teroris MIT Poso 2016 silam, paska tewas pimpinan sebelumnya, Santoso.
Sebelumnya, Ali Kalora memimpin kelompok teroris MIT bersama Basri, namun setelah Basri ditangkap Pasukan Satgas Operasi Tinombala, Ali Kalora dinisbatkan menjadi pemimpin tunggal dan menjadi target utama Operasi Tinombala.
Dia disebut-sebut sebagai teroris, ahli merakit bom lontong dan memiliki kemampuan bertahan hidup dalam pelarian. Dia kerap menyamar, sebagai warga biasa dan menjadi petani untuk menghindar dari kejaran pasukan pemburu teroris.
Pasukan Satgas Operasi Tinombala hingga berganti nama menjadi Satgas Operasi Madago Raya, selalu meminta agar Ali Kalora menyerahkan diri, namun ia tidak mengindahkannya, hingga akhirnya tewas ditembak.
Reporter: IKRAM