Perjalanan hidup manusia ibarat menelusuri jalan yang penuh dengan lumpur yang becek. Kadang ia mengenai tangan kita, kaki kita, badan dan bahkan baju kita. sementara disisi kanan ada sungai jernih yang bisa ia gunakan untuk membersihkan diri.

Kadang orang tak sadar kalau lumpur tersebut bisa dibersihkan dengan air sungai. Boleh jadi, kesadaran itu sengaja ditunda hingga tujuan tercapai.

Tidak ada manusia yang bersih dari salah dan dosa. Karena ia bukan malaikat yang bersih dari dosa. Selalu saja ada debu-debu lalai yang melekat.

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda: Setiap anak Adam sering melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang bertaubat (kembali kepada kebenaran)” (HR Ahmad, At Tirmizy, Ibnu Majah, dan dishohihkan oleh Al Hakim).

Salah satu bukti kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, Allah membuka pintu ampunan dan taubat bagi seluruh hamba-Nya, seperti yang tercerita dalam kisah berikut ini:

Suatu ketika, Rasulullah SAW menyampaikan kisah seorang anggota sebuah “geng” Bani Israil yang telah membunuh sembilanpuluh sembilan orang sebelum Islam datang.

Dalam kisahnya, Rasulullah SAW menceritakan bahwa orang ini kemudian menyesal dan ingin bertaubat. Maka ia pun lalu mendatangi seorang pendeta. Ia menanyakan apakah Allah masih berkenan menerima taubatnya, mengampuni dan melimpahkan rahmat kepadanya?

Sang Pendeta mengatakan bahwa dia sudah terlalu jahat, dosanya sudah terlau banyak dan tidak bisa diampuni lagi.

Demi mendengar jawaban sang rahib yang mengatakannya sudah terlalu jahat, maka ia menjadi marah dan membunuh Pendeta tersebut, sebagai orang keseratus yang dibunuhnya.

Namun dia kembali menyesali perbuatannya dan bertanya kepada seorang alim dari Ahli Kitab. Rupanya, Ahli Kitab ini lebih bijak, dengan mengatakan bahwa masih ada jalan untuk bertaubat. Namun terdapat syarat yang harus dijalaninya.

Orang yang telah membunuh seratus manusia ini harus keluar dari negerinya dan pergi ke negeri seberang. Di sana ia akan menemui banyak sekali orang-orang yang sedang bertaubat dan senantiasa berbuat baik serta meminta ampun kepada Allah SWT.

Maka ia pun berniat taubat dan memulai perjalanannya. Hingga di tengah perjalanan dia jatuh dan mati atas takdir Allah SWT. Melihat hal ini, Malaikat Rahmat (pemelihara) dan Malaikat Adzab (penyiksa) kemudian mendatangi sosok jenazah orang tersebut.

Kedua malaikat ini terlibat perselisihan, keduanya mengakui orang tersebut sebagai bagiannya. Sang malaikat pemelihara menginginkan untuk memelihara dan memuliakannya. Sementara malaikat penyiksa juga menginginkan untuk menyeret dan menyiksanya.

Kedua mailaikat tersebut kemudian menghadap Allah SWT, hingga Allah memerintah keduanya untuk mengukur jumlah langkah pembunuh yang telah mati dan bertaubat tersebut.

Setelah diukur, maka diketahuilah bahwa tubuhnya telah satu jengkal lebih dekat ke arah tujuan. Ia telah meninggalkan wilayah kemaksiatannya lebih jauh.

Maka dia pun menjadi milik malaikat rahmat (pemelihara), sementara dosa-dosanya membunuh seratus orang telah diampuni seluruhnya oleh Allah SWT. Benarlah bahwa di antara rahmat Allah SWT, adalah kecintaan pada hamba yang bertaubat kepada-Nya.

Itulah  keutaman taubat semoga kita dapat mengambil berbagai pelajaran darinya. Tentu sebagai seorang muslim kita tidak akan menunda untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala.

Mulailah berhentai dari maksiat, tingkatkan ibadah dan merasalah bahwa hidup kita tidak lama lagi. Karena menunda taubat akan membawa akhir kehidupan kita su’ul khatimah. Semoga kita terhindar dari yang terakhir itu. Wallahu a’lam

DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)