Implementasi Propartif dalam Kaderisasi di HMI-KAHMI (Bag 1)

oleh -
Sofyan Farid Lembah

OLEH : Sofyan Farid Lembah

Perjalanan ber-HMI menorehkan banyak catatan. Saat ini kita berada di Tahun 1445 H, tahun yang diprediksi menyimpan banyak aral melintang yang membutuhkan perjuangan bagi kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) untuk sejenak merenung dan menyusun persiapan dalam melangkah.

Dalam model propartif, ada yang disebutkan sebuah tahapan turning point di mana 2 hal harus dipertanyakan. Apakah sudah dievaluasi seluruh langkah yang selama ini dijalani? Apa saja kelemahan dan keutamaan yang dirasakan masih mengganjal?

Dan pertanyaan penting kedua adalah apakah kita masih mempunyai komitmen bersama yang akan diperjuangkan ke depan? Siapa saja stakeholder yang kelak diajak ikut serta dalam memperjuangan kepentingan bersama?

Itulah pentingnya fase ini karena hidup itu berjuang. Kita sebagai kader berjuang bagaimana merebut reputasi-reputasi baik yang kelak menjadi track record diri yang harus dipertanggungjawabkan, baik kepada organisasi, masyarakat, negara dan utamanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pertanggungjawaban batas atas batas bawah yang seperti diajarkan almarhum Prof Sjachran Basah. Bagi saya jangan sampai manusia mati meninggalkan belang.

Reputasi baik itulah menjadi catatan yang kelak diperiksa di saat penghakiman yaumil akhir.

Kilas balik perjalanan para kader meski telah menelan bulat-bulat Independensi, tafsir tujuan, esensi ajaran Islam, ketauhidan, dan NDP termasuk keterampilan retorika, kesekretariatan, persidangan dan lainnya, toh banyak perjalanan patah di tengah jalan.

Meski banyak yang “berhasil” di berbagai bidang kehidupan, toh reputasi tak baik juga banyak terjadi. Kejahatan korupsi, tindak kriminal, pelecehan seksual, kejahatan lingkungan, maladministrasi, dan pelanggaran HAM dan lainnya juga dilakukan “oknum” kader lainnya.

Bagaimana ini bisa terjadi? Problematika kualitas kader yang amanah, profesional dan berintegritas menjadi taruhan organisasi ini. Semua dikembalikan pada masing masing individu melakoni jalan kehidupannya.

Organisasi adalah salah satu bekal hidup. Jika diperumpamakan sebagai buah sirsak misalkan, kemampuan menanam biji hitam adalah sebuah perjalanan panjang tak mudah. Mulai dari menyemaikan di profil media tumbuh, menyiram akar yang tumbuh hingga terbentuk ranting, batang, dahan dan subur rimbun dedaunan hijau hingga hasilkan buah sirsak yang kaya nutrisi menjadi tantangan.

Memang buah hijau hitam itu penuh makna kehidupan. Sulit saya memahami buah semangka dan buah mangga. Hijau di luar, merah dan kuning isi buahnya. Berbeda dengan sirsak, putih bernutrisi isinya.

Jika kembali ke soal atribut HMI, hijau, hitam, dan putih adalah ciri dari organisasi HMI kita. Buah sirsak bisa dijadikan salah satu perumpamaan keatributan. Istiqomah dengan atribut HMI itu adalah satu pengingat bagi para kader dalam melahirkan reputasi baik. Track record seorang kader HMI.

Salah satu kunci yang perlu diingatkan dalam fase turning point ini adalah dijiwainya The Golden Triangle atau Segi Tiga Emas. Ini adalah jantung dari model atau pendekatan dalam propartif.

Manakala setiap kader mampu melakukan penjiwaan di setiap perilakunya, maka tak mudah terperosok dalam memainkan peranan yang seharusnya dilakoni. *