Nabi Muhammad, junjungan kita agak simpatik kepada burung yang pergi dengan perut kosong, tapi setelah terbang kembali dengan perut kenyang. Jadi, intinya adalah terbang (bergerak) dan itu tidak bisa didapatkan dengan sayap yang malas.
Setiap makhluk sudah ada rezekinya. Misalnya, Allah menciptakan pohon terbatas gerakannya. Karena pohon tidak lincah, maka makanannya didekatkan lewat akar. Rezekinya didekatkan, ini sengaja diatur oleh Allah SWT.
Begitupun binatang, misalnya singa, pada waktu masih bayi dia tidak bisa mengejar rusa, maka Allah menyediakan air susu di tubuh induknya. Ketika air susunya berhenti, Allah menggantinya dengan makanan yang diburu induknya. Setelah besar dia berburu sendiri. Makin kuat fisiknya, makin tinggi kualitas ikhtiarnya.
Begitupun manusia, dalam perut ibu rezekinya masuk lewat tali ari-ari karena belum bisa berbuat apa-apa. Setelah lahir, walau tali ari-ari digunting, tetap saja bertemu dengan rezeki lewat air susu ibu. Saat air susu berhenti, Allah menyediakan berbagai makanan yang kalau lapar tinggal menangis, maka rezeki akan datang. Makin dewasa harus makin gigih ikhtiarnya menjemput rezeki karena Allah telah menyiapkan kekuatan fisik, akal dan panca indera.
Maka dari itu, janganlah malas mencari nafkah, binatang pun selalu berikhtiar untuk mendapatkan rezekinya. Rasulullah Saw pernah terkesan kepada burung yang pergi dengan perut kosong, tapi setelah terbang kembali dengan perut kenyang.
Jadi, kuncinya adalah terbang (bergerak) dan itu tidak bisa didapatkan dengan sayap yang malas. Binatang yang tidak mempunyai akal saja berikhtiar hingga bisa bertemu dengan rezekinya. Mustahil manusia yang mempunyai akal tidak bertemu dengan rezekinya.
Allah SWT sudah menyiapkan perangkat ikhtiar lahiriah dan ruhiah. Kita membutuhkan tokoh-tokoh ekonomi yang tidak hanya kuat berpikir, tapi juga bisa menggerakkan potensi. Membangkitkan kondisi ekonomi tidak hanya dengan teori duniawi belaka, tetapi juga harus dengan teori tentang bagaimana Allah membimbing kita menemukan rezeki.
Jika kita merasa ada masalah dengan rezeki, maka kita harus mengevaluasi sikap kita terhadap rezeki yang Allah berikan. Karena ada orang yang diberi rezeki, namun rezekinya berubah menjadi musibah karena salah menyikapinya. Jangan-jangan Allah telah memberi banyak, tetapi kita kufur nikmat.
Lihatlah pula ikhtiar kita. Jangan-jangan ikhtiar kita belum benar, malas atau tidak memakai ilmu. Segala sesuatu harus dengan ilmu, termasuk untuk mendapatkan rezeki, kalau tidak pernah mencari ilmu, tidak akan bertemu dengan rezekinya. Tidak mau mencari ilmu sama dengan tidak mau mendapatkan rezeki.
Gigih ikhtiar menjemput rezeki harus seiring dengan amalan yang disukai Allah. Amalan yang bisa membuka pintu rezeki misalnya sholat tepat waktu, memperbanyak istigfar, silaturahim dan sedekah. Cara menjemput rezeki ini Insya Allah adalah cara yang Allah sukai dan akan mempertemukan kita dengan rezeki yang berkah.
Namun Ikhtiar bukan sekadar usaha yang bebas dipilih dan ditentukan sendiri, Ikhtiar adalah bagian dari upaya sangat serius untuk memperoleh kepastian spiritual dalam segala pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan.
Maka, sesungguhnya ikhtiar bukan hanya usaha, atau semata-mata upaya untuk menyelesaikan persoalan yang tengah membelit. Ikhtiar adalah konsep Islam dalam cara berpikir dan mengatasi permasalahan. Dalam ikhtiar terkandung pesan taqwa, yakni bagaimana kita menuntaskan masalah dengan mempertimbangkan – pertama-tama – apa yang baik menurut Islam, dan kemudian menjadikannya sebagai pilihan, apapun konsekuensinya dan meskipun tidak populer atau terasa berat. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)