PALU – Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sulteng, menilai, fasilitas umum hunian sementara (huntara) yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bagi korban bencana alam di Kelurahan Petobo, belum memenuhi standar aksebilitas bagi para difabel.
“Fasilitas umumnya belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Kami melihat sarana toiletnya memang belum memenuhi standar,” kata Koordinator HWDI Sulteng, Samsinar, usai melakukan kunjungan di Huntara Petobo, Senin (03/12).
Menurutnya, di huntara yang dibangun di Jalan Kebun Sari, Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan itu, belum tersedia toilet universal yang dapat digunakan oleh semua pihak, termasuk lansia, anak-anak, ibu hamil, bahkan masyarakat umum.
Begitu pun dengan selasar yang dibangun tidak memiliki akses jalan untuk kursi roda.
“Temuan-temuan ini akan menjadi bahan advokasi kami kepada pemerintah bahwa penyandang disabilitas itu sangat membutuhkan yang namanya aksebilitas di huntara,” tegasnya.
Sebenarnya, kata dia, di Permen PUPR Nomor 14 itu sendiri, sudah tercantum di dalamnya terkait huntara yang universal.
Selain itu, lanjut dia, jika merujuk pada undang-undang, maka pembangunan fasilitas umum, termasuk huntara tidak mesti menunggu data terlebih dulu, sebab sudah menjadi kewajiban yang harus dipenuhi dan menjadi dasar suatu hunian.
“Memang untuk data kami belum lengkap. Untuk sementara, data yang kami dapatkan bahwa penyandang disabilitas yang akan menghuni huntara ini tiga orang. Mungkin saja akan bertambah karena kami belum selesai melakukan pendataan,” akunya.
Belum lagi, tambahnya, akan ada penyandang disabilitas baru, yakni korban bencana yang baru saja menjalani amputasi kaki atau tangannya, juga harus dipikirkan pemerintah.
“Kami bukan menuntut keistimewaan, tapi hanya memperjuangkan kemudahan akses bersama sebagaimana amanat undang-undang dan diakui dunia.
Kunjungan ke huntara itu dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Sedunia, tanggal 3 Desember.
Selain HWDI, turut berkunjung empat organisasi penyandang disabilitas lainnya, yakni dari Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), dan Pusat Pemilihan Umum dan Akses Disabilitas (PPUAD).
Mereka ingin memastikan bahwa pemerintah tidak melalaikan kewajiban dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.
Mereka menilai, transisi menuju pemulihan Sulawesi Tengah pascabencana adalah momentum untuk merancang ulang ruang dan wilayah ramah bagi semua orang, khususnya bagi penyandang disabilitas.
“Misalnya saja jalan berbatu dan berlubang besar, itu berbahaya bagi semua orang, bukan hanya bagi penyandang disabilitas,” tambah Samsinar.
Selain itu, lanjut dia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 yang meratifikasi konvensi internasional tentang hak-hak penyandang disabilitas dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas yang mengakui dan melindungi hak-hak mereka dalam segala situasi.
“Termasuk upaya-upaya pengurangan risiko dan penyelamatan bencana,” pungkas Samsinar. (IKRAM)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.