PALU – Ratusan honorer Kategori 2 (K2) dari sejumlah kabupaten/kota di Sulteng, berunjukrasa di depan Gedung DPRD Sulteng, Senin (17/09).
Dalam orasinya, Sofyan selaku koordinator lapangan mengatakan, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah harga mati buat mereka.
“PNS yes, honorer no,” teriak Sofyan.
Untuk itu pihaknya menuntut kepada Pemerintah Pusat segera merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) karena dinilai tidak berpihak kepada kepentingan honorer K2 di tanah air.
Selain itu meminta penundaan seleksi CPNS umum, lalu meminta Gubernur dan Ketua DPRD Sulteng membuat surat penolakan tes CPNS.
“Belum tuntas revisi UU itu, pemerintah lalu menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN)-Reformasi Birokrasi (RB) Nomor 36 Tahun 2018 yang sangat diskriminasi,” tuturnya.
Ia menuturkan, pembatasan umur honorer K2 yakni maksimal 35 tahun yang akan diterima sebagai PNS itu dinilai tidak memberikan rasa adil bagi seluruh honorer K2.
Apalagi pembatasan umur 35 tahun ke bawah itu juga tidak mencakup seluruh honorer yang mengabdi di sejumlah instansi, dimana hanya mengangkat PNS tenaga pendidik guru, penyuluh pertanian dan tenaga kesehatan. Sementara tenaga administrasi yang bekerja di instansi pemerintahan lainnya tidak diangkat menjadi PNS.
“Itu tuntutan yang kami suarakan dalam aksi ini. Permen PAN-RB itu sangat-sangat diskriminatif bagi kami,” kata Sofyan.
Meski Permen PAN-RB dinilai diskriminatif, namun pihaknya berharap kepada Presiden agar dapat menerbitkan Peraturan Presiden atau Keputusan Presiden yang mengatur soal kepentingan para honorer di Indonesia.
“Tidak muluk-muluk sebenarnya tuntutan kami. Karena apa? Karena kami juga ingin pengabdian kami selama ini 15 tahun, 20 tahun bahkan ada yang mencapai 30 tahun namun sampai hari ini tidak pernah ada penghargaan dari pemerintah,” tuturnya.
Soal gaji, Sofyan mengaku tiap bulan ada honorer yang menerima hanya Rp 100 ribu, Rp 200 ribu, itupun kemanisan hati dari para pemangku kebijakan. Karena katanya, anggaran honorer K2 tidak diatur dalam APBD maupun APBN.
“Bahkan ketika para PNS pergi shooping atau melancong , yang ditinggal honorer. Kerjanya sama tapi penghasilanya beda,” katanya.
Sofyan pun berharap kepada Pemerintah Pusat agar tidak tinggal diam dan memberikan solusi terbaik bagi para honorer K2 di Sulteng yang jumlahnya mencapai lebih dari 48 ribu orang.
Salah satu tenaga honorer, Evi yang merupakan guru Bahasa Inggris di SMP 25, Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, mengaku sudah mengabdi sejak tahun 2005 dan sampai sekarang belum terangkat sebagai PNS.
Massa aksi ditemui anggota dewan Erwin Lamporo, Ia meminta 30 orang perwakilan masing-masing daerah yang dirasa merepresentatif daerahnya untuk duduk bersama anggota dewan lainya mendiskusikan apa menjadi tuntutan para honorer K2. (IKRAM)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.