PALU – Massa dari Front Tolak Tambang Provinsi Sulawesi Tangah melakukan aksi unjuk rasa di DPRD Sulteng, Rabu (13/01).
Massa aksi gabungan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng dan Forum Juang Palasa Melawan (FJPM) itu menuntut penghentian aktivitas pertambangan galian C yang dilakukan PT. Tunggal Maju Jaya (TMJ) di Desa Palasa Tangki, Kecamatan Palasa, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).
Tak hanya itu, massa aksi juga meminta kepada pihak kepolisian agar mengusut tuntas oknum pejabat yang terlibat di balik aktivitas PT.TMJ.
Massa aksi menyatakan, kehadiran PT TMJ telah memberikan dampak negatif di berbagai sektor, mulai ancaman kesehatan lingkungan dari penyakit infeksi pernapasan atau ISPA akibat polusi debu yang dihasilkan dari pengangkutan material, juga kerusakan akses jalan utama di desa itu.
Tak hanya itu, keberadaan perusahaan yang melakukan penggilingan batu di bantaran sungai yang notabene sebagai kawasan lindung tersebut juga akan berdampak pada kerusakan Jembatan Belanda yang dibangun Tahun 1936 dan sudah ditetapkan menjadi cagar budaya Kabupaten Parimo.
“Di mana saat ini kondisi tiang utama jembatan mulai terkeruk dan mengalami penurunan dasar tanah akibat akivitas pengambilan material di hilir Sungai Palasa,” tutur Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Arianto Lanongko.
Tak hanya itu, lanjut dia, keberadaan galian C juga berpotensi merusak area pertanian warga dan memicu persawahan petani di dua desa, yaitu Palasa Tengah dan Palasa Tangki, gagal panen.
“Sebab pengairan ke area persawahan masyarakat tersebut bersumber dari Sungai Palasa. Adanya pengerukan di hilir sungai ini berakibat pada penurunan debit air sehingga volume air tidak lagi mampu masuk ke bibir drainase yang menjadi jalur pengairan menuju persawahan petani,” terangnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, kehadiran TMJ yang sudah hampir satu tahun melakukan ekploitasi, juga tidak jelas memberikan kontribusi bagi desa. Sebab, kata dia, hingga kini perusahaan tidak membayar retribusi ke desa, sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang.
“Padahal setiap hari truk milik perusahaan terus mengangkut material berupa pecahan batu dengan tonase di atas rata-rata. Pengelolaan yang serabutan dan merugikan banyak hal di masyarakat ini akibat dari penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang kami duga cacat adminstrasi,” pungkasnya.
Kehadiran massa aksi diterima oleh tiga Anggota DPRD Sulteng yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Parimo, yakni Erwin Burase, Muh Nur Dg Rahmatu dan Ibrahim A. Hafid.
Menyikapi tuntutan massa aksi, Anggota DPRD Sulteng Muh Dg Rahmatu, mengatakan, pihaknya akan segera memanggil PT TMJ dan meminta untuk membawa segala dokumen perizinannya.
“Kami akan melihat kapan izin itu mulai berlaku, karena mereka ini sudah beraktivitas kurang lebih sudah 1 tahunan. Jadi kalau izin eksploitasinya baru ada sekitar 3 atau 4 bulan berarti mereka sudah melakukan illegal mining kurang lebih satu tahunan dan ini harus mendapat sanksi,” tegas Politis Partai Demokrat itu.
Ia juga menyinggung keberadaan aktivitas tambang PT TMJ yang diduga melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Parimo.
“Jika itu memang masuk di wilayah yang dilindungi, maka tidak boleh pemerintah daerah Cq Dinas ESDM mengeluarkan izin-izin pertambangan, itu salah,” tuturnya.
Ia juga menegaskan, walaupun mereka sekarang sudah mempunya izin yang sah, namun kalau melanggar RTRW, maka tetap tidak dibolehkan beraktivitas.
“Apalagi sekarang di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, pemerintah tegas sekali melarang kepada seluruh pengusaha untuk melakukan aktivitas di wilayah yang dilarang, apalagi di situ jelas-jelas ada di Perda juga,” katanya.
Hal senada juga dikatakan Politisi Partai NasDem, Ibrahim A Hafid. Ibrahim sendiri menyambut baik aspirasi yang disampaikan masyarakat tersebut.
“Inilah yang saya tunggu, bahwa sudah lama protes masyarakat tetapi secara administrasi surat menyurat dan penyampaian aspirasi secara langsung baru kali ini dilakukan,” tuturnya.
Ibrahim mengaku sudah melihat situasi di lapangan, tempat beraktivitasnya tambang galian C tersebut.
“Memang keliatannya ada kejanggalan-kejanggalan dari aktivitas PT TMJ itu. Ada kejanggalan soal administrasi dan aktivitas yang sedianya baru eksplorasi namun faktualnya sudah eksploitasi. Itu adalah pelanggaran fatal,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, jika RTRW Parimo sudah mengatur terkait wilayah yang dilindungi, tentunya izin yang dikeluarkan juga kontradiksi.
“Aapalagi izin eksploitasi itu baru keluar sekitar dua bulanan kemarin, sementara aktivitas eksploitasi itu sudah berlangsung hampir dua tahun. Ini adalah pelanggaran berat dan melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup.
Memang sejauh ini sudah mulai ada dampak, baik di sisi kesehatan, termasuk dampak ikutan seperti berkurangnya air untuk irigasi karena adanya pengurangan debit air.
Saya mendukung penolakan masyarakat ini terhadap perusahaan TMJ yang beroperasi sepanjang tidak ada penyelesaian dari pemda, perusahaan dan masyarakat. (RIFAY)