KEPULAUAN SANGIHEMaraknya hoaks yang kerap disebarkan melalui sosial media dan aplikasi messaging, membuat resah masyarakat dan seringkali menimbulkan kericuhan.

Seringkali masyarakat awam juga langsung mempercayainya tanpa ada verifikasi terlebih dahulu. Maka dengan ini literasi digital dibutuhkan agar masyarakat dapat menyaring informasi yang didapat.

Hal inilah yang mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo untuk menyelenggarakan rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital”. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi.

Jumat (06/08), program ini berlangsung secara virtual di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara dengan tema ““Bersama Lawan Kabar Bohong”. Pada program kali ini diikuti oleh 777 peserta dari berbagai kalangan umur dan profesi.

Empat narasumber yang tampil dalam seminar ini, yaitu dosen Ilmu Komunikasi dan Edukator Redaxi, Shinta Desiyana Fajarica yang membawakan materi “Informasi Digital, Identitas Digital, dan Jejak Digital di Media Sosial”. Kemudian,  aktivis dan pemerhati sosial dan literasi digital, Eka Nurwanto Mangalung dengan materi tentang budaya digital bertema “Mengenal Lebih Jauh Cara Menyuarakan Pendapat di Dunia Digital”.

Selanjutnya Sekretaris Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulawesi Utara, Supardi Bado yang membawakan materi keamanan digital berjudul “Tips dan Pentingnya Internet Sehat” serta MC dan pemengaruh (influencer), Fadillah Reski Pratiwi dengan materinya “Sudah Tahukah Kamu Dampak dari Penyebaran Berita Hoaks?”.

Pemateri pertama, Shinta Desiyana Fajarica, menyampaikan, ketika seseorang masuk dan memiliki akun di media sosial maupun aplikasi belanja daring, maka informasi pribadi seperti alamat surel, nama lengkap, maupun alamat lengkap akan tersimpan dalam ruang digital.

“Kalau teman-teman menampilkan identitas digital, maka itu akan abadi di internet. Mungkin saja bisa dihapuskan, namun bukan tidak mungkin akan muncul lagi di suatu hari,” jelas dia.

Selanjutnya, Fadillah Reski Pratiwi, mengatakan, ciri-ciri berita hoaks, antara lain ditulis oleh media abal-abal dengan penanggung jawab yang tidak jelas; judulnya provokatif dan tidak sesuai isi; dan biasanya berisi tentang isu politik, kesehatan, serta agama.

Menurutnya, dampak negatif berita hoaks, yaitu membuang waktu dan uang, mengalihkan isu penting, serta memicu kepanikan publik.

“Aplikasi media sosial seperti Facebook, Instagram, atau TikTok punya fitur untuk report atau pelaporan akun yang terbukti sebarkan hoaks,” jelasnya.

Sementara itu, Eko Nurwanto Mangalung menuturkan, hal yang perlu diperhatikan dalam berpendapat atau berkomentar di internet, adalah memeriksa kebenaran berita, pikir kembali sebelum menyampaikan pendapat, gunakan bahasa yang sopan, hargai pendapat orang lain, hindari menyinggung pribadi, serta tidak menyebarkan isu SARA, pornografi, serta aksi kekerasan.

“Risiko sosial akibat penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, antara lain dijauhi dari pergaulan, status sosial dan penghormatan kepada pelaku relatif terganggu, dan perbaikan nama baik lumayan lama,” tuturnya.

Adapun Supardi Bado, sebagai narasumber terakhir, menyampaikan, penyebaran berita hoaks dalam grup Whatsapp keluarga begitu menjamur, siapapun berpotensi menjadi penyebar maupun korban misinformasi dan disinformasi tersebut. Cara identifikasi laman yang umumnya dijadikan sarana penyebaran hoaks: cek situs lewat riset whois, periksa desain visualnya, cermati nama penulis ataupun narasumbernya, periksa juga profil media dalam kanal about us serta bandingkan dengan media mainstream.

“Penetrasi internet yang tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemampuan bersikap kritis terhadap informasi yang beredar,” imbuhnya.

Setelah pemaparan materi oleh semua narasumber, kegiatan tersebut dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator Vivi Zabkie selaku Manajer Riset Katadata Insight Center (KIC).

Salah satu peserta, Yuniar, bertanya tentang mengapa para penyebar hoaks justru lebih pandai dalam pemanfaatan media sosial daripada masyarakat umum.

Menanggapi hal tersebut, Fadillah Reski Pratiwi mengatakan, pelaku hoaks lebih mahir karena motivasinya untuk mendapat keuntungan yang banyak dan cepat dari media sosial.

Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi akan diselenggarakan secara virtual mulai dari Mei 2021 hingga Desember 2021 dengan berbagai konten menarik dan  materi yang informatif yang disampaikan narasumber terpercaya. Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya, informasi bisa diakses melalui https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi. ***