Oleh: Fima Anggadini
Hari Pekerja Nasional diperingati setiap tanggal 20 Februari sesuai dengan surat Keputusan Presiden No. 9 tahun 1991 tentang Hari Pekerja Indonesia. Hari pekerja Nasional memang tidak sepopuler Hari Buruh Sedunia yang diperingati 1 Mei, namun Hari Pekerja Nasional memiliki makna khusus yaitu meningkatkan kebanggaan para pekerja Indonesia untuk turut serta dalam pembangunan Nasional. Namun beberapa masalah ketenagakerjaan masih kerap terjadi di Indonesia, khususnya Sulawesi Tengah.
Pengangguran merupakan salah satu masalah ketenagakerjaan yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi. Apabila pengangguran tersebut tidak segera diatasi maka dapat menimbulkan kerawanan sosial dan berpotensi mengakibatkan kemiskinan (BPS, 2016).
Indikator yang digunakan untuk mengukur pengangguran adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT ini menunjukkan kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap persediaan (supply) tenaga kerja yang ada. Semakin tinggi nilai indikator ini, semakin banyak persediaan tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja. Dari hasil Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Agustus 2021, Jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 140,15 juta orang dengan 131,05 juta orang penduduk bekerja dan pengangguran mencapai 9,10 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2021 mencapai 6,49 persen. TPT Sulawesi Tengah sebesar 3,75 persen, nilai ini secara nasional terendah ke-6 atau terendah ke-3 di Pulau Sulawesi setelah Provinsi Gorontalo (3,01 peren) dan Sulawesi Barat (3,13 persen). Persentase ini menggambarkan dari 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar 4 orang penganggur.
Angka pengangguran di Sulawesi Tengah mengalami fluktuasi tiap tahun. Berdasarkan data Sakernas Agustus 2021, penduduk usia kerja di Sulawesi Tengah sebanyak 2.304,91 ribu orang. Sebagian besar penduduk usia kerja merupakan angkatan kerja yaitu 1.584,1 ribu orang (68,73%), dengan komposisi angkatan kerja terdiri dari 1.524,73 ribu orang yang bekerja dan 59,37 ribu orang pengangguran. Sisanya sebanyak 720,81 ribu orang (31,27%) termasuk bukan angkatan kerja.
TPT di wilayah perkotaan dalam periode ini lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan perdesaan yaitu masing-masing sebesar 5,74% dan 2,86%. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pemusatan kegiatan ekonomi di kota, sehingga lapangan pekerjaan di perkotaan lebih banyak dibandingkan di desa. Tentunya hal ini mendorong terjadinya migrasi penduduk desa ke kota. Akan menjadi masalah jika tingkat migrasi desa ke kota melebihi jumlah lapangan kerja baru yang tersedia. Dalam jangka panjang hal ini akan menimbulkan surplus tenaga kerja yang menyebabkan tingkat pengangguran di kota cenderung tinggi dibandingkan di daerah perdesaan.
Menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan, tenaga kerja dengan pendidikan rendah cenderung mau menerima pekerjaan apa saja. Hal ini dapat dilihat dari TPT SD ke bawah relatif lebih rendah diantara semua tingkat pendidikan yaitu sebesar 2,58 persen. Sedangkan penduduk dengan pendidikan tertinggi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tercatat memiliki TPT tertinggi pada Agustus 2021, mencapai 5,37 persen.
Untuk mengurangi pengangguran, perlu pemerataan kegiatan ekonomi baik di wilayah perdesaan maupun perkotaan. Pemanfaatan sumber daya di desa harus dapat ditingkatkan agar pencari kerja tidak melulu berburu pekerjaan di wilayah perkotaan. Harus ada inovasi dari pemerintah maupun swasta yang dapat menarik penduduk perdesaan untuk mengembangkan usaha pertanian di desa. Pemerintah sudah melakukan berbagai langkah mitigasi untuk mengurangi pengangguran terutama karena dampak pandemi covid-19. Misalnya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) UMKM, pemberian stimulus ekonomi kepada pelaku usaha agar bisa bertahan di masa pandemi sehingga dapat tetap mempekerjakan pekerja atau buruh, memberikan insentif keringanan pajak penghasilan maupun bunga kredit bagi pekerja di sektor formal, membuat program jaring pengaman sosial melalui bantuan sosial bagi para pekerja formal maupun informal, kemudian memprioritaskan Kartu Prakerja bagi korban PHK atau dirumahkan. Program pemerintah ini perlu dievaluasi secara berkala agar pelaksanan program ini efektif dan tepat sasaran.
Saat ini komposisi penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan utama didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyerap tenaga kerja terbesar yaitu 41,28 persen. Hal ini harus diperhatikan karena dari persentase tersebut masih terdapat pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar yang tidak terikat dalam pekerjaan tersebut, mereka akan dapat mundur dari pekerjaan tersebut kapan saja. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar, naik sebesar 0,72 persen poin dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah pembukaan tambang nikel di Kabupaten Morowali dan Morowali Utara yang dapat menyerap 27,05 persen tenaga kerja di sektor pertambangan dan penggalian. Diharapkan pembukaan kawasan pertambangan dan industri nikel ini dapat diiringi dengan pembukaan lapangan kerja baru bagi masyarakat Sulawesi Tengah, khususnya masyarakat Kabupaten Morowali dan Morowali Utara.
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan merupakan salah satu faktor penting seseorang untuk mendapatkan pekerjaan, karena dapat menggambarkan kualitas tenaga kerja. Beberapa tahun terakhir TPT tertinggi berasal dari pendidikan tertinggi SMK. Padahal salah satu daya tarik bersekolah di SMK adalah agar siswa dapat memiliki keterampilan kerja sesuai bakat dan minatnya. Harapannya setelah tamat sekolah, lulusan SMK akan lebih cepat beradapatasi dengan lingkungan kerja. Untuk mendukung hal ini, pemerintah maupun swasta perlu mengevaluasi program sekolah kejuruan. Pemerintah maupun pihak swasta dapat mengadakan program beasiswa berprestasi untuk menarik minat pelajar bersekolah di sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan harus mampu berinovasi dan kurikulumnya perlu disesuaikan seiring perubahan teknologi digital saat ini. Selain itu, para pelajar SMK perlu mendapatkan tambahan pelatihan kepemimpinan, komunikasi, dan kreativitas serta didorong agar memiliki jiwa wirausaha sehingga dapat membuka usaha sesuai bidang keahliannya.
*Penulis adalah Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi Sulawesi Tengah