Hidup tidaklah akan disudahi hingga di dunia ini saja. Dunia hanyalah semata-mata masa untuk menanam benih. Adapun hasilnya akan dipetik di hari akhirat.
Maka, beriman kepada hari akhirat menyebabkan rezeki yang Allah karuniakan di dunia memang telah Allah sediakan ter- lebih dahulu sebagai persediaan hari esok.
Islam tidak memisahkan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi. Ad-dunnya mazra`atu al-akhirah, dunia adalah tempat bercocok tanam untuk kepentingan hari esok, akhirat.
Oleh karena itu seyogianyalah kita selaku orang-orang yang telah mengaku beriman memupuk imannya dengan takwa, lalu merenungkan hari esoknya, apa gerangan yang akan kita bawa untuk menghadap Allah.
Tidak ada tindak kemaksiatan kita, kezaliman kita, yang tidak diketahui-Nya. Itu menunjukkan agar kita selalu menyuburkan nilai takwa kepada-Nya. Sebab, dengan takwa itulah, kita menjadi selalu dekat dengan Allah yang memang harus selalu kita dekati bukan kita jauhi, apalagi kita lupakan.
Derajat taqwallah hanya dapat diperoleh dengan usaha nyata, kesungguhan, tidak mudah putus asa.
Sama halnya dengan manusia berdagang, orang bekerja, atau pelajar sekolah. Mereka tidak akan mendapatkan untung jika tidak kerja keras, tidak akan mendapatkan bonus kalau tidak lembur, dan tidak akan memperoleh rangking terbaik kalau tidak belajar.
Dalam sebuah kisah Ibrahim Al-Harbi diceritakan, Muhammad bin Abdurrahman Al-Auqash adalah seorang yang ‘mohon maaf’ pendek. Dengan penuh perhatian dan kasih sayang, ibunya berpesan, “Wahai anakku, aku perhatikan, setiap engkau berada di sebuah tempat pertemuan, engkau selalu ditertawakan dan direndahkan. Maka hendaklah engkau menuntut ilmu setinggi mungkin, karena ilmu akan mengangkat derajatmu”. Ternyata betul, ia mematuhi pesan ibunya. Sehingga suatu saat ia dipercaya menjadi Hakim Agung di Mekkah selama dua puluh tahun.
Pada jaman Nabi, suatu ketika sahabat Abdullah bin Mas’ud naik sebuah pohon, terlihat betisnya yang kecil. Lalu ada yang meledeknya. Mendengar itu, lalu Nabi membeikan nasihat, bahwa pada hari kiamat nanti kedua betis Abdullah bin Mas’ud tersebut jauh lebih kokoh dan lebih berat timbangan amal kebaikannya melebihi besarnya dan kokohnya gunung, karena ilmu dan amalnya.
Dunia Barat, Eropa, hingga Amerika sebenarnya maju pesat dalam ilmu pengetahuan, keluar dari keterbelakangan, karena peran dan jasa-jasa para ilmuwan muslim.
Sebut saja pakar kedokteran pertama adalah Ibnu Sina atau disebut Avesina, bukuna Al-Qanun fit Tiib dipakai di kedokteran-kedokteran terkemuka Eropa, ahli matematika Al-Jabbar, pakar astronomi dan fisika Al-Birruni, pakar sosiologi Ibnu Khaldun, pakar fisika-kimia Al-Kindi sang penemu dasar-dasar teori relativitas yang kemudian publish oleh Einsten, Al-Khawarizmi yang terori trigonomterinya dipakai di seluruh daratan eropa abad 16 hingga kini, dll. Lalu, ada generasi berikutnya, Prof Abdus Salam peraih nobel, Prof Habibie penggagas pesawat terbang Indonesia,
Ilmu di tangan orang beriman, menjadi manfaat dan maslahat untuk kesejahteraan umat manusia dan alam sekitarnya. Sebaliknya, ilmu di tangan orang yang tidak beriman, maka ilmunya hanya untuk membuat kerusakan di daratan dan di lautan saja.
Maka itu, marilah kita songong hari akhir, kita menabung amal kebaikan, meningkatkan ilmu dan amal, gema bershadaqah, dan menjadi generasi shalihin-shalihat. Amin. Wallahu a’lam
DARLIS MUHAMMAD (REDAKTUR SENIOR MEDIA ALKHAIRAAT)