PARIMO – Sejumlah petani di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) mengaku kesepakatan dengan Perum Bulog belum mencapai titik terang.
Mereka menilai sistem pembelian beras yang diterapkan saat ini belum memberikan keadilan bagi produsen di tingkat bawah.
Petani Torue Made Agas menyebutkan, Bulog hanya menerima beras jenis premium dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp12.000 per kilogram. Proses penyerahan pun harus dilakukan langsung ke kantor Bulog setempat tanpa ada opsi pengambilan di lokasi penggilingan.
Kebijakan tersebut, menurut para petani, menjadi beban tambahan di tengah tingginya ongkos produksi.
Mereka menilai sistem yang diterapkan justru membuat margin keuntungan semakin tipis dan tidak sebanding dengan biaya operasional yang harus dikeluarkan.
“Kalau semua harus diantar ke Bulog, kami keluar biaya lagi. Mulai dari beli karung, bayar tukang jahit, tukang pikul, sampai ongkos angkut. Akhirnya harga yang kami terima tidak sepadan,” ungkapnya Kamis (30/10).
Para petani juga mengeluhkan sikap Bulog yang tidak bersedia menampung beras jenis medium, padahal stok di tingkat petani saat ini cukup melimpah.
Mereka berharap pemerintah melalui Bulog tidak hanya fokus pada kualitas premium, tetapi juga memberikan ruang bagi beras medium yang banyak dihasilkan petani lokal.
“Beras medium juga bagus, cuma beda sedikit dari premium. Tapi kalau tidak diterima Bulog, kami bingung mau jual ke mana, pertemuan dengan Bulog Provinsi kemarin tidak ada kejelasan,” jelasnya.
Petani lainnya Komang Ray, Kondisi ini berbanding terbalik dengan pembeli dari luar daerah yang justru menawarkan harga bersaing dan sistem pembelian yang lebih fleksibel.
Menurut petani, pembeli luar berani membeli beras premium langsung di gilingan dengan harga Rp11.700 per kilogram, tanpa mewajibkan pengantaran ke lokasi tertentu.
Bahkan, pembeli dari luar daerah juga disebut bersedia menampung beras medium hingga 500 ton, sesuatu yang selama ini sulit dilakukan oleh Bulog. Kesediaan itu menjadi peluang bagi petani untuk menyalurkan hasil panennya tanpa harus menanggung biaya tambahan.
“Kalau pembeli luar, mereka datang sendiri, bayar langsung, dan tidak banyak syarat. Kami tidak perlu keluar ongkos lagi,” tambah seorang pemilik penggilingan di Kecamatan Parigi Tengah.
Petani menilai, situasi ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dan Bulog dalam menentukan skema penyerapan gabah maupun beras dari petani.
Mereka berharap sistem yang dijalankan bisa menyesuaikan kondisi lapangan, bukan hanya berpatokan pada kategori kualitas.
Selain itu, petani juga meminta pemerintah daerah ikut menjembatani dialog antara kelompok tani, pengusaha penggilingan, dan Bulog agar bisa dicapai solusi yang adil bagi semua pihak.
“Kami tidak menolak aturan, tapi tolong ada jalan tengah. Jangan sampai kami terus merugi,”pungkasnya.

 
															 
															 
															 
							 
							 
							 
							 
							 
							 
					 
					 
					 
					 
					