PALU – Alasan Hak Asasi Manusia (HAM) dinilai sebagai sumber yang menjadi alibi legalnya perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Di Kota Palu sendiri, perilaku ini menuai kecaman dari banyak kalangan masyarakat maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta mahasiswi.
Siang kemarin, para mahasiswi yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswi Sulteng Tolak LGBT, melakukan jumpa pers di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu.
Mereka berasal dari sejumlah perguruan tinggi yang ada di Kota Palu, seperti Unversitas Tadulako (Untad), Institut Agama Islam Negri (IAIN), Unversitas Muhammadiyah (Unismuh) dan STIE.
Aliansi ini baru dibentuk beberapa bulan lalu, diketuai Ulfa Ahmad.
Ulfa mengungkapkan, maraknya LGBT didasari paham-paham sekuler untuk memisahkan agama dari kehidupan yang berbuntut lahirnya HAM.
“Karena adanya HAM ini, maka LGBT terlihat harus diterima,” tekan Ulfa.
Padahal, kata dia, paham ideologi sekuler secara kasat mata, dapat menghasilkan berbagai macam kebebasan, diantaranya kebebasan berperilaku.
Pihaknya pun secara keras menolak keberadaan LGBT yang merupakan perilaku menyimpang dan bertentangan dengan fitrah penciptaan manusia.
Selanjutnya, menolak paham ideologi sekuler yang melahirkan HAM demokrasi yang menjadi akar masalah yang telah memberikan ruang dilegalkannya LGBT.
“Dan yang terakhir menuntut penerapan hukum Islam dalam institusi negara sebagai solusi penuntasan masalah LGBT,” imbuhnya.
Di Kota Palu sendiri, sempat direncanakan kegiatan Miss Waria di salah satu hotel dalam rangka memperingati valentine. Kegiatan itu mendapat reaksi keras dari masyarakat, sehingga panitia penyelenggara membatalkan kegiatan.
Pantauan media ini, para kaum laknatullah tersebut seringkali “gentayangan” di Jalan Emi Saelan (sekitaran pasar Masomba) pukul 01.00 dini hari untuk menjajakan diri di emperan jalan. Fenomena yang sama juga bisa dijumpai di anjungan pantai Talise (FALDI)