Halal bihalal Paguyuban Eko Wandowo Sulteng, Ikhtiar Membangun Ketahanan Nasional

oleh -
H. Abdul Munir (kiri), Wakil Ketua Paguyuban Eko Wandowo yang menjadi ketua panitia halal bihalal warga Sulteng asal Jawa. (FOTO: DOK. EKO WANDOWO)

PALU – Paguyuban Kesenian Eko Wandowo Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar halal bihalal, Sabtu malam (21/05), bertempat di halaman TVRI Sulteng.

Acara yang akrab disebut syawalan atau kupatan itu terbuka untuk seluruh warga Sulteng dari etnis Jawa.

Kegiatan yang telah menjadi agenda rutin ini, tahun ini bekerja sama dengan TVRI dan akan disiarkan secara live selama satu jam.

Ketua Panita, H. Abdul Munir mengatakan, halal bihalal dimaksudkan untuk merekatkan seduluran atau persaudaraan warga Jawa di perantauan.

“Selain itu, ini merupakan upaya Eko Wandowo nguri-uri atau melestarikan budaya,” katanya.

Kata dia, halal bihalal akan menghadirkan akademisi UIN Datokarama Dr. KH. Abdul Gani Jumat untuk mengisi hikmah.

“Sebagai bagian dari budaya, kegiatan juga akan menampilkan kesenian campursari. Selaku panita, saya mengundang sedulur Jawa berkenan hadir. Mari pererat silaturahmi, makin guyub rukun bersama kita berkontribusi dalam pembangunan di Sulawesi Tengah,” katanya.

Pada halal bihalal juga akan disuguhkan beragam kuliner khas Jawa, salah satunya adalah Ketupat.

Bagi masyarakat Jawa, ketupat atau kupat memiliki nilai filosofis sangat dalam dari sisi budaya maupun religi.

Ketupat pada awalnya diperkenalkan Sunan Kalijaga (salah satu Walisongo) sebagai media dakwah, usai puasa Ramadan.

Ketupat mengacu pada ajaran Sunan Kalijaga, berasal dari kata ngaku (mengaku) dan lepat (salah).

Ketupat adalah simbol bagi masyarakat muslim Jawa, mengakui segala kesalahan yang dilakukan baik sengaja atau tidak pada Allah SWT dan orang-orang di sekitarnya.

Orang yang menyuguhkan dan memakan ketupat, harus sadar akan kesalahannya dan bersedia meminta maaf pada orang lain dan mohon ampun pada Allah SWT.

Bagi masyarakat Jawa, sebagaimana ajaran Sunan Kalijaga, berebut dan mengklaim sebagai pihak yang paling benar adalah benih kesombongan yang dilarang Allah SWT dan pemicu konflik antar sesama.

Jika masing-masing orang saling menyadari kekurangan dan kesalahannya, perdamaian bisa diwujudkan.

Melestarikan Ketupat dan halal bihalal bagi Eko Wandowo, merupakan ikhtiar membangun ketahanan nasional dari sisi budaya dan religi.***