PALU- Hakim tunggal Praperadilan menolak gugatan diajukan polisi wanita yang bertugas di Polda Sulteng Iptu Yenny Yus Rantung kepada Kapolda Sulteng, atas sah atau tidaknya penyitaan satu unit gawai jenis Iphone 12 Pro miliknya (pemohon) atas dugaan perselingkuhan.
“Penyitaan bukan dilakukan oleh penyidik, surat yang di tanda tangan pemohon saat menyerahkan sehubungan tentang adanya laporan aduan tentang penyelewengan kekuasaan oleh Pemohon,” ucap hakim tunggal Zaufi Amri saat membacakan putusannya, dihadiri kuasa pemohon, DR.Muslim Mamulai, Cs dan kuasa termohon AKP. Tirta Yasa Efendi di Pengadilan Negeri kelas 1 A PHI/Tipikor/ Palu, Senin ( 20/6).
Ditemui usai sidang kuasa hukum termohon AKP. Tirta Yasa mengatakan, hasil praperadilan hakim menolak gugatan diajukan Iptu Yenny Yus Rantung. Dalam pertimbangan hakim, mengatakan, perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana, akan tetapi pelanggaran kode etik profesi Polri dilakukan oleh Iptu Yenny.
Sementara kuasa dari hukum pemohon DR.Muslim Mamulai mengatakan, intinya permohonan (kliennya) pemohon ditolak dengan pertimbangan, bahwa Propam bukanlah penyidik yang harus tunduk pada Kitab-Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Tapi mereka adalah penegak disiplin Polri dan tindakan penyitaan itu mereka memakai istilah mengamankan barang, telah sesuai Perkap Polri Nomor 14 tahun 2011,” katanya.
Ia mengatakan, apapun putusan itu harus, dihormati dan hargai. Hanya mungkin hal ini akan dikonsultasikan kepada kliennya (pemohon) untuk tindakan hukum selanjutnya akan dilakukan.
Sebab pihaknya, menilai ada perbuatan tindakan melawan hukum. sebab dengan pengamanan barangbukti (gawai disita) dari klien mereka tersebut dibuka.
“Dan chat-chat pribadinya telah dibaca tanpa izin,” sebutnya.
Yang seharusnya kata dia, membuka chat-chat pribadi itu UU ITE melarang, tapi itulah secara internal mengaku bahwa itu tindakan pengamanan, bukan penyitaan. Kalaupun mereka masuk kategori penyidik, dirinya berkeyakinan pra diajukan akan dikabulkan, tapi mereka punya aturan tersendiri diatur dengan Perkap. “Itu kita hargai,” ujarnya.
Hanya menurutnya, pihaknya mohon klienya dengan segera, kalaupun salah, ada kepastian hukumnya. Sebab jangan sampai, “digantung terus” tanpa kepastian hukum.
Untuk pelanggaran kode etik ini, sesuai fakta sidang sekitar enam bulan, sampai saat ini, menurut saksi di persidangan bahwa pelapor di Propam juga sering tidak datang.
“Jadi super aktiflah, kalau tidak datang gunakanlah hak-hak mereka supaya cepat selesai, sebab klien kami juga dalam perkara ini merasa tertekan terus diintervensi pihak lain. Terlepas dari permohonan kami, lebih menfokuskan penyitaan,” imbuhnya. (Ikram)
.