PALU – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palu, Kamis (03/06), menyatakan tidak dapat menerima gugatan Nomor Perkara Nomor 78/Pdt.G/2020/PN Palu yang diajukan Irwan Mowance, terhadap Kepala Kepolisian RI Cq Kabid Humas Polda Sulteng.
Irwan sendiri adalah ayah dari Qidam Al Fariski, remaja asal Desa Tobe, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso yang ditembak secara membabi buta oleh aparat kepolisian dengan tuduhan sebagai anggota jaringan teroris.
Ketua Majelis Hakim PN Palu, Zaufi Amri, menyatakan, putusan tersebut didasarkan pada pendapat, di mana dalam gugatannya, penggugat mendalilkan bahwa tergugat dalam perkara ini yaitu Kabid Humas Polda melakukan perbuatan melawan hukum karena memberitakan anak penggugat terlibat anggota kelompok bersenjata.
“Sehingga penggugat menjadi depresi karena pemberitaan tersebut. Namun dalam petitum gugatannya, penggugat memohon agar pengadilan menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menghilangkan nyawa anaknya,” kata Zaufi di hadapan para kuasa hukum, Andi Akbar Panguriseng, Erik Cahyono, dan Andre serta kuasa hukum tergugat AKP Tarigan Cs.
Sehingga, kata Zaufi telah terjadi perbedaan persepsi tentang apa sebenarnya perbuatan melawan hukum yang sebenarnya dilakukan oleh tergugat selaku Kabid Humas.
“Apakah melakukan pemberitaan bahwa anak penggugat terlibat anggota sipil bersenjata ataukah perbuatan menghilangkan nyawa anak penggugat,” terangnya.
Padahal, kata Zaufi, kedua perbuatan tersebut jelas berbeda bentuk dan sifatnya.
Berdasarkan itulah pengadilan menilai terjadi pertentangan atau kontradiksi antara posita dengan petitum gugatan yang pada akhirnya mengakibatkan gugatan ternilai kabur alias obscuur libel.
“Sehingga karena adanya cacat formil tersebut, maka gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima. Karena gugatan tidak dapat diterima, maka materi pokok perkara ini belum dipertimbangkan oleh majelis hakim,” pungkasnya.
Atas putusan tersebut, Andi Akbar Panguriseng selaku kuasa hukum penggugat, menyatakan akan akan melakukan banding.
Dalam gugatannya, ayah Qidam melalui kuasa hukumnya, menyatakan Tergugat lalai dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai anggota kepolisian republik Indonesia yang dengan sengaja menghilangkan nyawa anak dari penggugat. Hal itu dinilai merupakan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, Tergugat dianggap melakukan pemberian informasi melalui media kepada masyarakat tanpa dasar barang bukti yang jelas adalah merupakan perbuatan fitnah yang menyesatkan serta merupakan perbuatan melawan hukum yang sangat merugikan keluarga almarhum.
Kuasa hukum meminta kepada majelis hakim untuk menyatakan demi hukum bahwa anak penggugat (almarhum Qidam Al Fariski) bukanlah anggota jaringan teroris atau jaringan kelompok bersenjata lainnya.
Kepada majelis hakim diminta agar menghukum para tergugat untuk membayar kerugian immateriil kepada penggugat dengan tanggung renteng, yakni rusaknya nama baik keluarga besar penggugat sebesar Rp5 miliar.
Tak hanya itu, majelis hakim juga diminta menghukum para tergugat meminta maaf kepada keluarga besar penggugat secara terbuka di media cetak, media online dan televisi lokal dan nasional selama tujuh hari bertutut-turut.
Tak sampai disitu para tergugat juga harus meminta maaf kepada keluarga besar penggugat dengan membuat baliho ukuran 3 x 5 meter dan memasangnya di Polda Sulteng dan setiap Polres dan Polsek di Sulawesi Tengah.
Tergugat juga harus membayar dwangsom apabila lalai dan terlambat menjalankan putusan ini sebesar Rp10 juta perhari, terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan tetap.
Qidam Alfarizki Mowance meninggal dunia di Desa Tobe, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso pada 9 April 2020.
Menurut keterangan keluarga korban, melihat secara fisik almarhum Qidam Alfarizki Mowance meninggal dalam kondisi tidak wajar. Mereka menduga terjadi penganiyaan, ditandai dengan adanya banyak luka, memar, pembengkakan dan jahitan yang memanjang.
Reporter : Ikram
Editor : Rifay