Guru Besar Untad: Kampus sebagai Penjaga Moral Demokrasi

oleh -
Prof.Dr.Slamet Riadi Cante, MS

PALU- Seruan untuk menyelamatkan demokrasi terus digaungkan sivitas akademika dan masyarakat sipil sejumlah daerah.

Dugaan penyalahgunaan kekuasaan serta pelanggaran etika dalam kontestasi politik pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 dinilai sudah cukup menunjukkan menurunnya kualitas demokrasi.

Namun dalam pandangan Guru Besar yang juga Pengamat Politik dan Kebijakan Universitas Tadulako (Untad) Palu, Prof.Dr.Slamet Riadi Cante, MS mengatakan, namun seruan moral tersebut memunculkan reaksi negatif dari elit tertentu di nilai cenderung tidak mendasar dan terkesan tidak berlogika.

Menurutnya, patut dipahami bahwa peran Perguruan Tinggi (PT) tidak hanya melahirkan alumni berkualitas, tapi PT di tuntut memiliki nilai sensitivitas terhadap fenomena sosial dan problematika bangsa.

Olehnya itu kata dia, reaksi dilakukan oleh para akademisi dan sivitas akademika serta alumni sebagai wujud kegelisahan dalam memotret perjalanan bangsa menjelang pemilu terkesan menyimpang dari koridor demokrasi.

“Sepatutnya etika dan moral harus lebih di kedepankan ketimbang kepentingan politik tertentu,”ucap Ketua Asosiasi  Ilmu Politik Indonesia (Sulteng) ini di Palu, Rabu (7/2).

Ia menekankan, sikap kenegarawan sebagai penyelenggara patut di junjung tinggi. Olehnya itu penting kesadaran bersama bagi semua elemen bangsa untuk mewujudkan Pemilu damai dan berintegritas.

Universitas Tadulako (Untad) Palu sendiri mengeluarkan seruan Pemilu damai dengan 7 manifesto kampus kaktus Bumi Tadulako diantaranya, Mendesak pejabat pemerintahan untuk tetap pada koridor demokrasi, sumpah jabatan, dan ketentuan perundang-undangan, dengan mengedepankan nilai-nilai kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial.

Reporter: IKRAM
Editor: NANANG