POSO– Setelah 12 tahun menanti kepastian hak-hak keperdataannya, warga transmigrasi Madoro di Desa Kancuu, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso, akhirnya dapat bernapas lega. Gubernur Sulawesi Tengah secara resmi menyerahkan Sertipikat Hak Milik (SHM) kepada masyarakat, didampingi Ketua Harian Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) serta Pemerintah Daerah Poso.
Dalam momentum bersejarah tersebut, diserahkan: 100 kepala keluarga (KK) warga transmigrasi menerima SHM pekarangan dengan total luas 25 hektare.
40 KK menerima SHM lahan usaha satu seluas 30 hektare. Warga Desa Kancuu menerima 50 bidang tanah dengan status SHM.
Program transmigrasi Madoro dimulai sejak 2014 membuat masyarakat harus menunggu lebih dari satu dekade untuk memperoleh hak-hak dasar atas tanah. Konflik agraria dengan PT Sawit Jaya Abadi menjadi hambatan utama dalam proses tersebut.
Sejak Juni 2025, Satgas PKA melaksanakan serangkaian rapat evaluasi bersama Pemerintah Daerah Poso. Rekomendasi dan temuan lapangan dibahas secara maraton untuk mengurai hambatan. Puncaknya, pada 8 Juli 2025, melalui pertemuan bersama Pemda Poso difasilitasi Wakil Bupati, langkah-langkah penyelesaian diputuskan dan dikawal ketat oleh Satgas PKA hingga terwujudnya penyerahan SHM ini.
Sebelum menyerahkan sertipikat, Gubernur Sulawesi Tengah berdialog langsung dengan warga. Beberapa kebutuhan mendesak disuarakan masyarakat antara lain: pipanisasi air bersih, pengaspalan jalan, pembangunan jembatan, serta penyediaan fasilitas sosial dan umum.
Gubernur langsung menyanggupi kebutuhan tersebut di tempat dan memerintahkan dinas teknis untuk segera menindaklanjutinya.
Acara penyerahan sertipikat dihadiri oleh jajaran OPD Provinsi Sulawesi Tengah, Tim Satgas PKA, perwakilan Bupati Poso bersama OPD setempat, Kapolsek Pamona Timur, serta Danramil Pamona Timur.
Meski hak kepemilikan tanah telah diberikan, pekerjaan rumah masih menanti. Pemerintah Kabupaten Poso memiliki tanggung jawab untuk menuntaskan agenda pemulihan bagi warga transmigrasi, termasuk pembenahan fasilitas dasar dan penyelesaian status desa lain seperti Desa Pal Batas hingga kini masih menyisakan persoalan.
Kepastian hak atas tanah tersebut menjadi bukti nyata kerja sama lintas lembaga, mulai dari unsur ekonomi Pemprov Sulteng, hukum, Kanwil BPN Sulteng, perkebunan, hingga pemerintah daerah, dalam menyelesaikan konflik agraria yang menahun.
****

