Gubernur Sulteng Minta Tokoh Agama Terlibat Sukseskan Program Patujua BKKBN

oleh -
Gubernur Sulteng , H. Longki Djanggola saat launching program Patujua BKKBN Sulteng, di Gedung Pogombo, Kantor Gubernur Sulteng. Kamis (19/11) (FOTO : Dok Humas BKKBN Sulteng)

PALU –  Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), H. Longki Djanggola meminta tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat terkait upaya pencegahan pernikahan usia dini.

Menurut dia, Selain dari pergaulan bebas, faktor lain penyebab terjadinya pernikahan anak adalah dipengaruhi faktor agama atau budaya.

Demikian Gubernur dalam kegiatan launching program Patujua dan pelantikan Perkumpulan Kepala Dinas (Perkadis) pengelola program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) tingkat Sulteng, Kamis (19/11),  di Gedung Pogombo kompleks Kantor Gubernur Sulteng.

“Ada fakta secara psikologis, masyarakat yang sudah ditegur untuk tidak melakukan pernikahan dini, tapi jawaban mereka sudah dinikahkan secara agama dan budaya,”ungkap Longki.

BACA JUGA :  Daftar di KPU, Hadianto-Imelda Nyatakan Lanjutkan Program yang Telah Dirintis dan Sikapi Perubahan Iklim Global

Situasi psikologis masyarakat demikian kata Longki memang sulit dihadapi. Karenanya ia berharap tokoh agama, masyarakat bisa berperan aktif memberikan edukasi, pemahaman yang baik. Agar harapan untuk menekan angka pernikahan usia dini di Sulteng mampu diwujudkan bersama.

Peluncuran program Patujua nantinya akan mengintegrasikan lintas sektor. Patujua diadopsi dari bahasa Kaili yang artinya menuju tujuan bersama.

Patujua merupakan program tepadu yang dilaksanakan OPS terkait, LSM,LSOM, dan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat dalam percepatan penurunan pernikahan di di Sulteng.

“Program ini dipelopori BKKKBN Perwakilan Sulteng,”sebutnya.

BACA JUGA :  Sukses Berantas Geng Motor di Palu, Polri Dinilai Berhasil Tingkatkan Keamanan Sulteng

Dia menambahkan, Sulteng saat ini adalah daerah dengan angka Pernikahan anak yang tinggi di Indonesia. Secara nasional menempati urutan ke 5 tertinggi.

Data statistik menunjukkan, bahwa 48,9persen pernikahan di Sulteng melibatkan, wanita dibawa usia 20 tahun. Selain itu 32persen wanita di Sulteng kawin dibawah usia 18 Tahun.

Kondisi ini memprihatinkan karena berdampak negatif multidimensional. Yakni kesehatan ibu, bayi dan anak. Serta kesejahteraan dan keharmonisan keluarga.

Sementara dari segi kesehatan ibu, bayi dan anak, pernikahan dini bisa mengakibatkan stunting.

“Selain itu kematian ibu dan bayi dapat menjadi konsekuensi pernikahan dini,” tandasnya. (YAMIN)