PALU – Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Rusdy Mastura mengajukan permintaan lahan seluas 25 hektare yang ada dalam kontrak karya PT Citra Palu Minerals (CPM) untuk dijadikan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR).
“Kami sudah mengajukan 25 hektare lahan PT CPM untuk sebagai tambang rakyat bagi warga Sulteng,” kata Rusdy usai melakukan rapat terbatas di kantor PT CPM, Kelurahan Poboya, Kota Palu, kemarin.
Pihaknya telah berupaya semaksimal mungkin untuk mencari solusi bagi masyarakat lingkar tambang, di antaranya dengan mengupayakan pembukaan tambang rakyat. Solusi yang dimaksud pasca terjadinya pembakaran sejumlah alat berat dan Kantor PT Adijaya Karya Makmur (AKM) selaku kontraktor CPM.
Akan tetapi, kata dia, jumlah 25 hektare itu belum secara mutlak dikabulkan pihak PT CPM, sebab akan dilakukan proses pengkajian terlebih dahulu.
“Tidak mutlak sesuai jumlah pengusulan, mungkin hanya 15 hektare yang dikabulkan. Tergantung PT CPM bagaimana memprosesnya,” jelasnya.
Lanjut dia, jika nantinya usulan tersebut dikabulkan oleh PT CPM, maka penambang diwajibkan untuk melakukan penjualan hasil tambangnya hanya kepada pihak perusahaan sebagai pemilik lahan.
Upaya lain, sambung Cudy, sapaan akrabnya, adalah koperasi yang sudah disetujui oleh pihak PT CPM bagi masyarakat lingkar tambang maupun khusus warga Kelurahan Poboya.
Adapun konsep koperasi itu hanya membolehkan warga mengambil bongkahan yang sudah ditambang oleh pihak PT CPM di tempat yang tersedia.
Dari total area kontrak karya yang dimiliki PT CPM, beberapa ribu hektar di antaranya masuk dalam Taman Hutan Raya (tahura) yang berstatus kawasan hutan. Meskipun masuk dalam area kontrak karya, namun kawasan itu sendiri hanya boleh diolah melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Operasi Produksi.
Saat ini, CPM sendiri telah mengantongi izin tersebut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sejak Maret 2022, dengan terlebih dahulu membayar denda Rp4,3 miliar atas pembukaan lahan yang sebelumnya dilakukan oleh masyarakat.
Kawasan tahura itu sendiri seluas 7.125 hektar, dan yang tumpang tindih dengan kontrak karya CPM adalah sekitar 5000 hektar. Dari 5000-an hektar tersebut, yang dialihfungsikan menjadi Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah seluas 1.900 hektar yang keseluruhannya ada di areal KK CPM.
Dari 1.900 hektar itu, pihak PT CPM lalu memohon IPPKH dan hanya mendapatkan izin OP seluas 327 hektar.
Reporter : Faldi
Editor : Rifay