PALU – Gubernur Sulteng, Longki Djanggola memberikan kesaksian pada sidang lanjutan dugaan korupsi penyertaan modal kepada Perusda Sulteng, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Palu, Rabu (14/03).
Kasus ini melibatkan mantan Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) Perusda Sulteng, Henning Mailili, sebagai terdakwa.
Dalam perkara ini, Gubernur Sulteng Longki Djanggola bertindak selaku pemegang saham pengendali Perusda.
Namun dalam sidang tersebut, Longki tidak hadir karena sedang menjalankan tugas di luar daerah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sendiri mengaku sudah melayangkan dua kali surat panggilan kepada yang bersangkutan.
Terdakwa Henning Mailili sendiri meminta kepada majelis hakim agar Longki Djanggola bisa hadir dan bisa mendengarkan langsung keterangannya. Namun atas pertimbangan Ketua Majelis Hakim, Ernawati Anwar, kesaksian Longki Djanggola dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dibacakan saja oleh JPU, karena keterangan dalam BAP tersebut dibuat dibawah sumpah.
“Bilamana keterangan dalam BAP saksi Longki, ada yang tidak benar atau menjadi keberatan terdakwa, bisa dituangkan dalam pembelaan nantinya,” putusnya.
Pada intinya, Longki Djanggola menerangkan tentang dana penyertaan modal ke Perusda Sulteng senilai Rp2,4 miliar. Mengenai besaran gaji para komisaris dan Direksi Perusda Sulteng sudah dibawa ke dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), namun belum diputuskan.
Longki juga tidak mengetahui persis besaran nominal dana kas Perusda Sulteng, karena bersifat teknis.
“Perusda Sulteng juga belum memberikan deviden (pembagian laba) kepada pemerintah provinsi,” demikian kata Longki, sebagaimana yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Asma.
Kasus ini bermula ketika pada tahun 2015 lalu Perusda Sulteng mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng senilai Rp2,4 miliar. Namun dalam pengelolaannya, terdakwa tidak melibatkan staf pengelola keuangan maupun komisaris, baik mulai dari pencairan, penggunaan sampai pertangung jawaban keuangan.
“Terdakwa juga tidak pernah melaksanakan pembukuan atas penerimaan dan pengeluaran perusahaan,” tutur Asma.
Selain itu, kata Asma, pengelolaan dan penggunaan dana penyertaan modal juga tidak berdasarkan Rencana Kegiatan Anggaran Perusahaan (RKAP) maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB), serta mekanisme RUPS.
Dana penyertaan modal yang dimaksud, direalisasikan untuk membayar gajinya sendiri selaku direksi dan komisaris tanpa melalui mekanisme RUPS.
Akibat perbuatannya, Negara mengalami kerugian sebesar Rp969,8 juta dengan memperkaya diri sendiri sebesar Rp857,3 juta dan untuk Hadjir Hadde serta Helmi Yambas sebesar Rp 112,5 juta. (IKRAM)