PALU – Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menemui langsung aksi demonstrasi Aliansi Masyarakat Desa Loli Oge usai salat Dzuhur di Masjid Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Senin (29/12). Warga datang menuntut pencabutan izin tambang batuan mineral yang dinilai merampas ruang hidup dan melanggar hak tanah masyarakat.

Perwakilan warga menegaskan tidak pernah memberi persetujuan atas aktivitas tambang. Menurut mereka, klaim persetujuan yang beredar hanya bersumber dari aparat desa dan tidak pernah diputuskan melalui musyawarah warga.

Dalam aksi tersebut, warga menyampaikan tujuh tuntutan utama. Mereka menolak tambang mineral baru, mendesak pengusutan dugaan mafia tanah yang melibatkan oknum aparat desa, serta menuntut pengungkapan kasus penjualan lahan tanpa persetujuan pemilik sah. Warga juga meminta pemerintah desa mendata seluruh pemilik lahan untuk penerbitan pengantar SKPT, membuka secara transparan penggunaan dana CSR, serta mengevaluasi kinerja BPD Desa Loli Oge.

Selain itu, warga menuntut klarifikasi pembangunan pondasi oleh PT Wadi Al Aini Membangun yang diduga berdiri di atas jalan desa tanpa sosialisasi. Mereka juga menyayangkan pelaporan ke polisi terhadap warga dan meminta penyelesaian dilakukan melalui mediasi.

Aliansi Masyarakat Desa Loli Oge menyebutkan bahwa dari tujuh perusahaan tambang yang mengantongi izin, hanya satu yang melakukan sosialisasi, yakni PT Asia Amanah Mandiri. Meski warga menolak dan belum ada pelepasan lahan, izin operasional tetap terbit. Total luas konsesi tambang di wilayah tersebut mencapai sekitar 151,30 hektare, yang dikhawatirkan akan menggusur warga dari kampung halaman mereka.

Menanggapi aksi tersebut, Gubernur Anwar Hafid menyampaikan bahwa pemerintah provinsi telah melakukan pemetaan awal terhadap persoalan perizinan tambang di Kota Palu dan Kabupaten Donggala.

“Kita sudah menginventarisir semua persoalan perizinan tambang, baik di Kota Palu maupun di Donggala,” ujar Anwar Hafid.

Ia menjelaskan bahwa sejumlah IUP di Kota Palu bertentangan dengan tata ruang karena berada di kawasan pemukiman dan taman kota. Sementara itu, Perda RTRW Kabupaten Donggala tahun 2022 menetapkan sebagian wilayah sebagai kawasan pertambangan, yang menjadi dasar terbitnya izin, meski bertentangan dengan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah.

“Dasar terbitnya izin itu adalah perda tata ruang. Karena itu, tata ruang yang bertentangan perlu dievaluasi,” katanya.

Dari sisi kehutanan, pemerintah provinsi juga menemukan indikasi sejumlah izin tambang masuk dalam kawasan hutan. Temuan ini berpotensi menjadi dasar pencabutan izin setelah melalui mekanisme hukum yang berlaku.

Gubernur menegaskan bahwa keberadaan izin usaha pertambangan tidak menghapus hak perdata masyarakat atas tanah.

“Walaupun ada IUP, kalau itu tanah masyarakat dan tidak ada persetujuan pemiliknya, maka tidak boleh dilakukan penambangan,” tegas Anwar Hafid.

Ia menambahkan bahwa pemerintah provinsi tidak akan menerbitkan Rencana Kerja dan Biaya (RKB) apabila masih terdapat hak masyarakat di dalam wilayah izin. Terkait dugaan penjualan lahan tanpa sepengetahuan pemilik, gubernur menilai hal tersebut sebagai tindak pidana dan meminta masyarakat menempuh jalur hukum.

Aksi berlangsung tertib dan ditutup dengan komitmen warga untuk terus mengawal proses evaluasi izin tambang hingga hak-hak masyarakat benar-benar terlindungi.***