BALI – Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan ke-tujuh Platform Global para multi-pemangku kepentingan untuk Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan di Bali.
Pertemuan ini bertujuan untuk meninjau kemajuan implementasi kerangka kerja Sendai 2015–2030, mulai dari tanggal 23 s.d 28 Mei ini, bertema “Dari Risiko Ke Resiliensi: Menuju Pembangunan untuk Semua di Dunia yang Berubah karena COVID-19” atau secara sederhana adalah “Gotong Royong untuk Tangguh Bencana”.
“Momentum pertemuan global ini sangat penting bagi Save the Children untuk mengusung hak partisipasi anak dalam upaya pengurangan risiko bencana, karena salah satu kelompok paling rentan dan berisiko adalah anak-anak, sehingga resiliensi anak harus dibangun dengan melibatkan anak itu sendiri,” jelas Troy Pantouw, Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media – Save the Children Indonesia dalam rilis diterima MAL Online, Rabu (25/5).
Ia mengatakan, kerangka kerja Sendai secara konkret menjabarkan langkah-langkah untuk melindungi hasil-hasil pembangungan yang dicapai dari risiko bencana dan telah disahkan oleh PBB.
“Salahsatu prioritas aksi dalam kerangka kerja Sendai adalah investasi dalam pengurangan risiko bencana untuk membangun ketangguhan, di antaranya implementasi kebijakan inklusif dan mekanisme jaring pengaman sosial termasuk keterlibatan masyarakat, termasuk anak–anak,” paparnya.
Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap ancaman bencana. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terdapat 5.402 total kejadian bencana pada tahun 2021, sebanyak 728 orang meninggal dunia dan lebih dari 7 juta jiwa menderita dan mengungsi, termasuk anak-anak. Dampak bencana yang nyata terhadap anak bukan saja berbentuk kerusakan dan kehilangan, tetapi juga membuat anak-anak kehilangan hari belajar mereka dan timbulnya berbagai ketidakpastian akan masa depan dan tumbuh kembang anak.
Survei Save the Children kepada lebih dari 400 anak tahun 2019 di Jawa Barat menemukan fakta bahwa 70% anak tidak mengetahui cara menyelamatkan diri dari bencana. Sementara itu, 80% anak memiliki ketertarikan untuk belajar mengenai program pengurangan risiko bencana. Sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko bencana terhadap anak, penting untuk memberikan ruang bagi anak-anak untuk bersuara, berkontribusi dan terlibat dalam pengambilan keputusan yang menentukan masa depan yang aman bagi mereka.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jenderal Letnan Suharyanto, datang ke booth Save the Children di Rumah Resiliensi Indonesia pada Senin (23/5), sebagai bagian dari acara GPDRR 2022 di Nusa Dua, Bali. Menko PMK dan Kepala BNPB melihat program-program Save the Children terkait Pengurangan Risiko Bencana dan Resiliensi Anak menggunakan virtual reality (VR).
Dalam booth yang dirancang dengan konsep paperless, Save the Chilren memanfaatkan kemajuan teknologi untuk dapat menyebarluaskan informasi program.
Dalam GPDRR kali ini, Save the Children berbagi praktik baik terkait partisipasi anak yang bermakna dalam program pengurangan risiko bencana yang telah dilakukan oleh Save the Children di Jawa Barat. Program ini telah menunjukan bagaimana anak-anak dapat berperan sangat penting di komunitas mereka. Anak-anak dan anak muda terbukti dapat mengidentifikasi risiko, mengembangkan rencana aksi dan melakukan inisiatif untuk berbagai upaya pendidikan pengurangan risiko bencana.
Tak hanya itu, pada kesempatan diskusi global ini juga, Save the Children melibatkan 2 orang perwakilan anak dan orang muda untuk dapat memberikan masukan baik dalam kertas posisi Indonesia maupun dalam forum diskusi bersama dengan negara lainnya.
“Kami mendorong agar seluruh pemangku kebijakan dan Lembaga dapat meningkatkan pengembangan kapasitas kepada anak dan orang muda baik dalam level provinsi, nasional, bahkan internasional. Selain itu, penting untuk melibatkan anak dan orang muda dalam proses pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan rekomendasi anak serta pengalaman dari kehidupan anak itu sendiri,” jelas Annisa (18 tahun), Anggota Dewan Penasihat Anak dan Orang Muda (Children & Youth Advisory Network) Save the Children Indonesia.
Reporter: Ikram/Editor: Nanang