PALU- Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah (Sulteng) mendesak Kapolda selaku pimpinan tertinggi institusi kepolisian di Sulteng untuk menarik atau mengambil alih proses penyelidikan kasus kekerasan seksual terhadap korban RDS (13) dilakukan 13 orang dewasa dari Polres Tojo Una-una ke Polda Sulteng.
“Desakan itu disampaikan adanya kekhawatiran, jika dalam proses penyelidikannya ada kemungkinan desakan pihak keluarga pelaku yang berupaya menekan pihak Kepolisian untuk mengaburkan fakta kejadian,” kata koordinator Gerakan Perempuan Bersatu Sulteng Soraya Sultan dalam konferensi pers di Sekber Rumah Jurnalis, Jalan Ahmad Yani, Kota Palu, Selasa (17/1).
Selain itu pihaknya mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Sulteng dan Pemda Kabupaten Touna memberikan dukungan sepenuhnya kepada korban dan keluarganya.
“Sebagaimana amanat Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 22 dan Undang – Undang No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sebagaimana tertuang pada Pasal 1, 2, dan Pasal 3,” bebernya.
Oleh karena itu, menurutnya Pemda harus memastikan memberikan perlindungan dengan mengutamakan dan mendengar “suara dan kepentingan terbaik korban” dan keluarganya termasuk memastikan kelangsungan pendidikan dan masa depan korban secara layak.
Ia juga mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk stop melakukan perundungan terhadap korban.
“Kepada pihak media lokal baik cetak dan elektronik agar dalam pemberitaan dan update informasi kepada masyarakat khususnya terkait kasus ini, agar tetap mengedepankan prinsip penegakan Hak Asasi Manusia dan perlindungan bagi anak korban kekerasan seksual, serta rasa adil dan keberpihakan pada korban,”ucapnya.
Dalam kesempatan itu juga, pihaknya meminta kepada Kepolisian Resort Kabupaten Tojo Una-Una agar dapat melaksanakan proses penyelidikan yang transparan, dan mengutamakan kepentingan korban sebagaimana amanat Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Termasuk kepastian sanksi hukum maksimal bagi pelaku plus 1/3 hukuman akibat perlakuan kekerasan seksual dilakukan lebih dari 1 orang atau berkelompok sebagaimana di atur di dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Selain itu, hak restitusi harus diberikan kepada korban dan keluarganya sesuai dengan kebutuhan.
Gerakan perempuan Bersatu Sulteng, juga mendesak adanya jeratan hukum bagi pihak lain yang berupaya mengaburkan fakta dengan menyebarkan berita bohong terkait korban, baik secara langsung maupun tidak langsung (media sosial).
“Saat ini korban telah diberi pendampingan phsikososial dan hukum oleh unit pelaksana teknis daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sulteng,” ucap Maya menambahkan dari Libu Perempuan.
Sementara Nona dari SP Palu menilai, perundungan serta stigma terhadap korban sebab dilihat sebagai perempuan, ekonomi lemah, pendidikan rendah itu semua lapisan-lapisan terjadi sampai perempuan mendapatkan kekerasan berbasis gender.
“Padahal kalau berbicara terkait hak seksualitas atas tubuhnya. Dia (korban) berhak menentukan mau diapakan tubuh, pikiran, ruang geraknya.
“Kami berharap tidak hanya aktivis dan lembaga tergabung di Gerakan Perempuan Bersatu Sulteng ini melakukan dukungan, tetapi ada dari kelompok lain berupaya mendukung penyelesaian kasus ini bisa dari phsikolog, advokat, PKK dan lainnya,”ujar aktivis perempuan Sulteng Normarjani Loulembah atau akrab disapa Nani.
Atas peristiwa kekerasan seksual ini mendapat perhatian khusus dan monitoring langsung dari Kementerian PPPA dan telah menurunkan tim ke lokasi.
Gerakan Perempuan Bersatu Sulteng teridiri dari individu dan organisasi diantaranya, Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKPST), Libu Perempuan Sulawesi Tengah, Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Sulawesi Tengah.
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), SKPHAM Sulawesi Tengah, Sikola Mombine Sulawesi Tengah, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sulawesi Tengah, Solidaritas Perempuan (SP) Palu dan Aktivis Perempuan Sulawesi Tengah.
Baca berita terkait : 13 Remaja Cabuli Seorang Gadis di Bawah Umur Ditangkap
Reporter: IKRAM
Editor: NANANG