OLEH: Nur Indah Ulfanny, S.Pd.Gr*
Baru-baru ini publik dikejutkan oleh maraknya kasus kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) tahun 2025.
Berbagai media nasional memberitakan temuan belasan modus kecurangan, mulai dari penggunaan kamera tersembunyi yang diselipkan di kawat gigi, alat bantu dengar tersembunyi, hingga keterlibatan pihak ketiga dalam membantu menjawab soal ujian.
Fenomena ini bukan sekadar soal kecanggihan modus curang, tetapi mencerminkan kedalaman kerusakan moral generasi muda hari ini. Apa yang bisa diharapkan dari calon mahasiswa yang telah terbiasa menipu sejak dini? Apakah kita sedang membentuk generasi pemimpin atau generasi penipu?
Kecurangan sebagai Cerminan Gagalnya Sistem Pendidikan Kapitalis
Kecurangan ini adalah bukti nyata dari gagalnya sistem pendidikan saat ini, yang dibangun di atas asas kapitalisme. Sistem ini menanamkan standar kesuksesan berdasarkan capaian materi dan hasil semata.
Dalam sistem pendidikan kapitalis, nilai, ijazah, dan posisi kerja adalah tujuan utama, bukan pembentukan kepribadian mulia atau integritas diri.
Maka, tidak mengherankan bila berbagai cara, termasuk cara haram dan curang, dilakukan demi mencapai “hasil” yang dianggap sukses itu.
Sistem ini telah memisahkan agama dari pendidikan. Pelajaran moral dan agama hanya menjadi formalitas administratif, sementara sistem nilai yang dibangun di lingkungan pendidikan justru mengajarkan liberalisme, persaingan bebas, individualisme, dan pragmatisme.
Pendidikan kapitalis tidak membentuk manusia berkarakter, tapi hanya manusia yang siap bersaing dan mengejar materi, apa pun caranya.
Survei yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa perilaku menyontek masih sangat tinggi, bahkan mencapai 98% ditemukan di lingkungan kampus.
Ini adalah alarm keras bahwa pendidikan kita bukan hanya gagal mendidik generasi yang jujur, tetapi justru menghasilkan individu yang telah terbiasa dengan perilaku koruptif sejak dini.
Jika sejak pelajar saja sudah biasa menyontek, maka jangan kaget jika kelak mereka menjadi bagian dari birokrasi yang korup, pengusaha yang culas, atau pemimpin yang manipulatif. Inilah buah dari sistem kapitalisme yang tak peduli halal atau haram, tapi hanya memuja hasil dan keuntungan.
Kapitalisme: Rusak dan Merusak
Kapitalisme adalah ideologi buatan manusia, berasal dari akal terbatas dan berasal dari kaum kuffar di Barat.
Mabda ini menafikan campur tangan agama dalam kehidupan, menjadikan manfaat sebagai tolok ukur perbuatan, dan mengejar kebahagiaan semu dalam bentuk kenikmatan materi.
Sistem ini telah diadopsi oleh hukkam di negeri-negeri Muslim, termasuk Indonesia, dan dijadikan dasar dalam penyusunan kebijakan pendidikan, ekonomi, sosial, dan lainnya.
Akibatnya, sistem pendidikan pun dijalankan atas dasar kepentingan ekonomi dan industri, bukan sebagai sarana pembentukan manusia yang taat kepada Allah SWT.
Lulusan dicetak untuk memenuhi kebutuhan pasar, bukan untuk menjadi hamba Allah yang berilmu dan bertakwa.
Teknologi dipakai bukan untuk meninggikan kalimat Allah, tapi untuk menipu ujian dan mengakali sistem demi keuntungan pribadi.
Solusi Hakiki untuk Membentuk Generasi Tangguh
Berbeda dengan kapitalisme, Islam adalah mabda (ideologi) yang sempurna, datang dari Zat Yang Maha Mengetahui, yaitu Allah SWT.
Islam Mabda membentuk manusia tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh secara spiritual dan bermoral.
Dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam dijadikan asas, dan seluruh kurikulum, metode, dan tujuannya dibangun atas dasar ketaatan kepada Allah SWT.
Sistem pendidikan Islam berorientasi pada pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah), yakni pola pikir dan pola sikap yang terikat kepada hukum-hukum Allah.
Sejak dini, siswa ditanamkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah dan ujian dari Allah, dan bahwa setiap amal akan dimintai pertanggungjawaban. Hasil bukanlah tujuan utama, melainkan keridhaan Allah-lah yang menjadi tolok ukur keberhasilan.
Dalam sistem ini, integritas bukan sekadar slogan, tetapi menjadi bagian dari iman. Menyontek, berbohong, dan menipu dipahami sebagai dosa, bukan sekadar pelanggaran aturan sekolah.
Teknologi dipelajari sebagai alat untuk mempermudah hidup dan menjalankan kewajiban, bukan untuk mencurangi sistem.
Maka, dalam negara yang menerapkan Islam Mabda, teknologi tidak akan disalahgunakan untuk maksiat, melainkan akan diarahkan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran.
Negara Islam Penjaga Generasi dan Sistem Pendidikan
Dalam sistem Khilafah, yang merupakan bentuk pemerintahan Islam sesuai syariat, hukkam (penguasa) bertanggung jawab penuh untuk menjaga kemurnian akidah rakyat dan memastikan bahwa sistem pendidikan berjalan sesuai dengan hukum Allah.
Pendidikan gratis dan berkualitas disediakan oleh negara, bukan untuk mencetak buruh murah bagi industri, tetapi untuk membentuk mujtahid, muallim, dan mujahid yang siap membangun peradaban Islam.
Negara akan mencegah pengaruh buruk dari sistem pendidikan kapitalis dan sekuler buatan kuffar, dan memastikan bahwa setiap individu tumbuh dalam lingkungan yang mendukung ketakwaan, kejujuran, dan kecintaan kepada ilmu.
Bukan hanya siswa yang diawasi, tetapi seluruh sistem sosial juga akan dibangun berdasarkan Islam -keluarga, media, ekonomi, hingga pergaulan remaja- semuanya diarahkan untuk membentuk generasi yang unggul dalam pandangan Allah.
Saatnya Kembali pada Sistem Pendidikan Islam
Kasus kecurangan dalam UTBK bukanlah kasus insidental, tapi merupakan gejala dari penyakit sistemik yang berasal dari ideologi kapitalisme.
Sistem ini gagal membentuk generasi yang bermoral, karena sejak awal tujuan dan landasannya telah menyimpang dari fitrah manusia.
Selama pendidikan masih berasas pada sekularisme, maka kecurangan, manipulasi, dan kerusakan moral akan terus berulang, bahkan semakin canggih seiring perkembangan teknologi.
Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa solusi hakiki bukanlah menambal sistem rusak ini, melainkan menggantinya secara total dengan sistem pendidikan Islam yang bersumber dari mabda Islam.
Generasi Islam yang berakhlak mulia, cerdas, dan bertakwa hanya bisa lahir dari sistem yang membentuknya sejak awal dengan dasar akidah Islam.
Hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh, di bawah naungan Khilafah Islamiyah, kita bisa membentuk generasi yang tidak hanya pandai, tetapi juga berkepribadian Islam, jujur, berani, dan menjadi agen perubahan untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini.
*Penulis adalah Pendidik dan Pemerhati Generasi