Gelar Pahlawan Nasional Guru Tua: antara Harapan dan Kekhawatiran Sikap Rasial di Tim Penilai

oleh -
Jamaluddin Mariadjang

Sebuah kabar menggembirakan datang kepada keluarga besar Alkhairaat, juga untuk para abna Alkhairaat seantero Indonesia yang pernah merasakan langsung karya dan warisan ilmu pendidikan dari Habib Sayyid (HS) Idrus bin Salim (SIS) Aljufri atau yang sangat populer disapa Guru Tua.

Kabar itu datang dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum-HAM Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Surat bernomor: AHU.4.AH.10.01-300, menyatakan sebuah pengakuan negara akan kewarganegaraan Guru Tua di negeri yang telah ditinggalinya sejak Tahun 30-an ini.

Surat ini telah diserahkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Palu sebagai pihak pengusul gelar Pahlwan Nasional untuk Sang Guru. Surat pengesahan ini menjadi satu-satunya syarat terakhir yang diminta negara, untuk bisa merealisasikan gelar tersebut kepada Guru Tua.

Seremoni penyerahan di Kanwil Kemenkum-HAM Sulteng ini disaksikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar (PB) Alkhairaat, Jamaluddin Mariadjang, yang didaulat mewakili lembaga dan keluarga Guru Tua.

Ada beberapa pesan yang disampaikan Jamaluddin Mariadjang pada kesempatan itu. Baginya, apa yang berlangsung adalah sebuah sejarah penting bagi Alkhairaat khususnya, dan umat Islam di timur Indonesia pada umumnya.

Meski diakui, gelar Pahlawan Nasional bukanlah atas keinginan Guru Tua, tapi bagi Jamaluddin, pemberian gelar itu justru menjadi sebuah kepentingan bagi negara untuk menghadirkan para pahlawan sebagai garis kesinambungan nilai dari masa lalu hingga saat ini.

Untuk lebih mengetahui lebih jauh seperti apa pendapat dan harapan Alkhairaat dengan penetapan kewarganegaraan Guru Tua itu, awak media ini, Rifay meminta untuk menemuinya kembali, Selasa (30/07) pagi.

Selain menyampaikan beberapa hal terkait kewarganegaraan dan usulan gelar pahlawan nasional, ia juga menyentil beberapa hal terkait polemik nasab keturunan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam (SAW) yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan. Mengingat, Guru Tua sendiri, beradasarkan garis nasab, masih tersambung ke Baginda Rasulullah SAW.

Berikut petikan wawancaranya:

Sejauhmana realisasi usulan Guru Tua menjadi Pahlawan Nasional?

Masyarakat melalui Pemda telah dua kali mengusulkan gelar kepahlawanan “Guru Tua. Tapi, pemerintah belum menyikapinya. Sekarang diusulkan yang ketiga kalinya. Menurut ketentuan, jika usul ini juga tidak disikapi, itu tanda usul kepahlawanan Guru Tua (Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri) tidak dapat diproses selanjutnya.

Apakah lembaga pengusul diberitahu sesuatu yang belum memenuhi syarat?

Menurut informasi, satu persyaratan belum terpenuhi yaitu status kewarganegaraan Guru Tua. Mudah-mudahan cara berfikir pemerintah tidak rasial, sehingga gamang menetapkan status WNI Guru Tua. Aneh bin ajaib, proses naturalisasi pemain sepakbola hanya hitungan hari dapat disahkan. Menendang bola di Senayan saja belum, toh sudah punya status kewarganegaraan. Pengusulan Guru Tua menjadi WNI sampai tahunan. Baru kali ini terwujud oleh kearifan Pak Hermansyah Siregar selaku Kepala Kanwil Kemenkum-HAM Sulteng.

Segenap Keluarga Besar Alkhairaat mengucapkan penghargaan yang setinggi tingginya kepada pemerintah melalui upaya jujur dan ikhlas dari beliau.

Apakah anda melihat ada kejanggalan dalam proses usulan ini, sebab Tombolotutu paling singkat diproses gelar kepahlawanannya?

Maka itu saya berandai tadi semoga pemerintah tidak rasial menyikapi proses ini. Apakah warga keturunan yang berjasa membebaskan bangsa ini dari segala bentuk penjajahan, jasa-jasa mereka tidak halal untuk penghargaan negara ini. Ada jutaan warga bangsa dari ragam suku, ras maupun agama, telah dicerahkan melalui ribuan madrasah yang didirikan Guru Tua.

Mereka yang lahir dari madrasah ini banyak yang menjadi pemimpin masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Mereka hingga saat ini telah menghasilkan manfaat yang besar untuk kehidupan bangsa ini.

Akhir-akhir ini banyak orang mengkritisi taqlid. Apakah kekhawatiran anda jika ada pihak yang punya pandangan rasial tadi, mencurigai terjadinya taqlid terhadap SIS Aljufri?

Anda catat, abna Alkhairaat lebih bijak dan cerdas dari sikap itu. Kami sangat paham dengan hakikat pertahanan dan ketahanan nasional. Jauh dari pandangan yang sangat sempit itu. Misi Guru Tua telah memperkuat ikatan kebangsaan melalui pendidikan dan amaliyah keagamaannya. Abna Alkhairaat memandang nasab keilmuan Guru Tua sangat lebih dekat ke Rasulullah Muhammad SAW. Perilaku beliaupun hampir sempurna mencerminkan prilaku kenabian.

Satu contoh, Guru Tua tidak mewariskan harta benda kepada keturunannya. Beliau punya hubungan baik dengan semua golongan. Abna Alkhairaat lebih kenal Guru Tua dari tingkah laku keagamaan dan ilmunya. Inilah yang menciptakan daya ikat sosial ummat yang kuat. Kami meyebutnya telah terjadi persenyawaan praktik keagamaan Guru Tua dengan kebudayaan bangsa.

Disinilah taqlid itu tertolak dalam perilaku abna Alkhairaat.

Selaku Abna Alkhairaat, apakah anda menganggap pengusulan gelar kepahlawanan kepada Guru Tua itu objektif?

Argumentasi ke sikap ini dilihat dalam dua sudut pandang; Faktor pertama terbentuknya karakter kebangsaan Indonesia dalam pribadi Guru Tua. Bahwa defakto Guru Tua adalah warga negara Indonesia. Endapan ini terbentuk melalui tiga proses yaitu; proses ekologis dimana terjadi adaptasi yang begitu lama terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial masyarakat Indonesia.

Selanjutnya, proses budaya, yaitu sejauh ini missi pendidikan yang dijalankan Guru Tua telah diwariskan dari generasi ke generasi bangsa Indonesia, telah mencapai ribuan madrasah dan beberapa Perguruan Tinggi. Proses budaya ini sudah berlangsung 94 tahun hingga saat ini. Berikut, proses sosial, yaitu praktek agama dan keilmuan yang diamalkan Guru Tua menciptakan kapatuhan ummat terhadap norma norma masyarakat dan negara. Para ulama Alkhairaat (murid Guru Tua) seringkali berperan sebagai katup penyelamat konflik atau ketegangan sosial dalam masyarakat.

Inilah fakta proses terbentuknya karakter keindonesiaan pada sosok Guru Tua. Faktor Kedua, kepentingan nasional yang dicapai oleh missi pendidikan Guru Tua telah memberi kontribusi besar dalam upaya mencerdaskan generasi bangsa. Tercatat Guru Tua mengalami tekanan kolonialisme dalam menjalankan misinya itu.

Anda meyakini pertimbangan objektif tersebut dapat disikapi oleh pemerintah untuk menetapkan Guru Tua sebagai Pahlawan Nasional?

Jika mengikuti sikap pemerintah yang masih menunggu pernyataan status kewarganegaraan Guru Tua, sekarang sudah disahkan kementerian terkait. Tantangan yang paling rumit dari sudut ini ialah jika ada sifat rasialis pada orang orang yang ditetapkan sebagai penilai. Paling ekstrim keputusan ini terpulang pada kebijakan presiden. Wallahu a’lam bishawab.