PALU – Rapat Umum Musyawarah Ikatan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Provinsi Sulteng, pekan lalu, mempercayakan drg Muhammad Gazali sebagai ketua organisasi tersebut. Dokter gigi yang bekerja di RSUD Undata itu terpilih sebagai ketua setelah meraup suara terbanyak, yakni 49, mengalahkan saingannya, dr. Herry yang hanya memperoleh 38 suara.
Musyawarah IDGi itu sendiri adalah salah satu rangkaian Maximal Event 2017 yang digelar di salah satu hotel, di Kota Palu. Sesuai jadwal, kegiatan yang diikuti 143 dokter gigi se-Sulteng itu, dilaksanakan selama 3 hari, sejak tanggal 23 sampai 25 September.
Selain rapat umum, rangkaian kegiatan lainnya adalah seminar dan workshop.
Muh. Gazali menuturkan, dalam visi misinya, kedepan pihaknya akan menjadikan PDGI sebagai organisasi yang berkarakter dan berintegritas.
“Yang berarti bahwa organisasi ini adalah jati diri dari sebuah profesi. Kedepan anggota PDGI akan menanamkan prinsip. Dalam memberikan pelayanan harus dengan keterbukaan. Apalagi saat ini pasien atau masyarakat yang dilayani sudah cerdas sehingga kita harus terus memperdalam pemahaman tentang profesi yang sedang kita jalankan,” katanya.
Selain itu, pihaknya akan melakukan penguatan, baik di internal maupun eksternal. Internal berupa peningkatan skill dan pengetahuan anggota PDGI.
“Di Sulteng sendiri, PDGI memiliki 143 anggota. Kita berharap dengan jumlah itu minimal sesuai kompetensi antara daerah. Palu sebagai pusat IDGI harus memiliki kemampuan yang sama. Namun perbedaan pasien yang di daerah tidak terlalu menuntut pelayanan terbaik, berbeda ketimbang pasien yang di kota,” jelasnya.
Gazali juga mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi selama ini, yakni kurang memadainya fasilitas anggota PDGI yang berada di daerah.
“Terkait ini, kita sudah menyampaikan kepada Dinas Kesehatan Sulteng. Kedepan saya akan menggandeng semua pihak terkait. Dengan terintegrasinya anggota PDGI yang ada di daerah, maka kita akan menambahkan pengetahuan mereka sehingga pelayanannya bagus sehingga target kita untuk penurunan angka penyakit gigi bisa diwujudkan,” katanya.
Gazali menjelaskan, sakit gigi termasuk penyakit yang diremehkan masyarakat. Padahal bisa berakibat fatal jika kita tidak tepat dalam melakukan tindakan pengobatan. Bahkan kata dia, banyak kasus sakit gigi yang tidak tertolong.
“Contohnya, ada pasien yang membiarkan sakit gigi selama tiga hari dengan meminum obat biasa, padahal mulut pasien sudah bengkak dan tidak bisa lagi dibuka. Kasus seperti inilah yang semestinya harus ditangani dokter gigi, tentunya dengan memberikan obat yang tepat ditunjang dengan perlengkapan,” pungkasnya.
Salah satu narasumber seminar, Irfan Dammar dalam materinya “Tekhnik Perawatan pada Kasus Lingir Rendah Gigi Tiruan Lepas” banyak memaparkan soal diagnosa dan berbagai teknik kestabilan gigi tiruan kepada pasien.
“Gerakan mulut memiliki gaya yang sangat banyak sehingga jika kita tidak bisa mengkompensasi gerakan-gerakan itu, maka kita tidak akan bisa membuat gigi tiruan bisa stabil di tempatnya,” terangnya.
Gigi tiruan yang stabil, kata dia, jika bisa mengkompesasi gerakan lateral mulut. Sehingga mulut bisa digerakan ke kiri dan kanan. (HAMID)