PALU – Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas terus menuai polemik dan kritik. Perppu itu dinilai sangat tidak rasional, dimana terkesan seenaknya membubarkan suatu ormas, tanpa harus melalui proses pengadilan. Disisi lain, Perppu itu juga dianggap sebagai bentuk pengekangan kebebasan rakyat yang ingin menuangkan pemikiran kritisnya melalui sebuah ormas.

Padahal, negara sendiri berkewajiban memberi jaminan terhadap rakyatnya untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul dalam sebuah organisasi.

Alhasil, Perppu yang ditandatangani Presiden Jokowi itu, secara sepihak membubarkan Ormas Huzbut Tahrir Indonesia (HTI).

Tak hanya dari aktivis ormas tingkat nasional, para pegiat organisasi di tingkat daerah juga angkat bicara, salah satunya dari Forum Umat Islam (FUI) Sulteng.

Presidium FUI Sulteng, Ustadz Hartono

Presidium FUI Sulteng, Ustadz Hartono, mengatakan, lahirnya Perppu ormas tersebut mengindikasikan kemunduran reformasi.

“Jelas bertentangan dengan tujuan reformasi yang sebenarnya. Tidak bisa dipungkiri, manfaat keberadaan ormas ini sangat dirasakan oleh banyak kalangan masyarakat,” tekan Ustadz Hartono.

Dia meminta, pemerintah tidak menutup mata atas apa yang sudah dilakukan oleh ormas-ormas seperti FUI, FPI bahkan HTI. Bahkan, kata dia, pemerintah seharusnya memberikan apresiasi.

Kata dia, dalam menilai sebuah ormas, khususnya ormas Islam, pemerintah seharusnya meminta pandangan dulu dari para tokoh agama, termasuk MUI (Majelis Ulama Indonesia), agar bisa menyimpulkan, mana ormas yang beraliran sesat atau yang bertentangan dengan Pancasila.

Tidak heran, kata dia, jika rezim saat ini disebut sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

“Dan sampai saat ini pun, MUI belum pernah mengeluarkan fatwa bahwa ada Ormas yang beraliran sesat, termasuk HTI,” tegasnya.

Tak hanya itu, pemerintah juga harus melihat, sudah sejauh apa peran mereka dalam melakukan pembinaan dan membangun komunikasi dengan ormas yang ada. (FALDI)