PALU – Gus Fuad Plered, pelaku ujaran kebencian dan penghinaan kepada Pendiri Alkhairaat, Habib Idrus bin Salim Aljufri atau Guru Tua, menyatakan kesediaannya untuk datang langsung ke Kota Palu dan menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.

Kesediaan itu disampaikan Muhammad Mukhlasir Ridho Syukronil Khitam, selaku Kuasa Hukum Gus Fuad Plered.

Muhklasir bersama rekannya, Fuad Sadid Sangke, santri dari Fuad Plered yang ada di Jayapura, datang menemui sejumlah pengurus PB Alkhairaat dan pengurus Badan Musyawarah Adat (BMA) Sulawesi Tengah, di Gedung PB Alkhairaat, Sabtu (05/07) sore.

Keduanya diterima oleh Ketua PB Alkhairaat, Ustadz Husen Habibu dan Asgar Basir Khan, Sekjen PB Alkhairaat Jamaludin Mariadjang, Sekretaris Umum BMA Ardiansyah Lamasituju bersama tiga Dewan Pakar BMA, yaitu Dr Nisbah, Syuaib Djafar dan Siti Norma Marjanu, serta Ketua Komwil Alkhairaat Sulteng, Arifin Sunusi.

Muhklasir yang ditemui usai pertemuan, mengatakan, pada dasarnya pihak Fuad Plered siap memenuhi sanksi adat yang telah dijatuhkan kepadanya.

Tak hanya itu, Fuad Plered juga bersedia datang langsung ke Palu untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.

“Insyaallah akan hadir, setelah sanksi adat dipenuhi. Selama jaminan keamanan bisa dipenuhi,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, tujuannya datang ke Palu adalah silaturahmi ke PB Alkhairaat, sekaligus berkoordinasi dengan penyidik Ditsiber Polda Sulteng terkait akan adanya penyitaan barang bukti lagi.

“Kami juga mendapat informasi hukuman adat sudah ditetapkan. Kami menyambut baik itu. Walaupun sebelumnya Gus Fuad secara resmi sudah minta maaf di kanal YouTube-nya, tapi memang dalam tanda kutip, dirasa belum tulus,” katanya.

Olehnya, kata dia, pihaknya datang ke PB Alkhairaat untuk membicarakan hal-hal itu Karena dua proses yang berjalan, proses adat dan proses hukum.

“Harapan kami, selama proses adat ini bisa kami penuhi dan kami melakukan permohonan maaf secara terbuka yang dilakukan oleh Gus Fuad ke keluarga besar dari Guru Tua dan abnaul khairat secara keseluruhan serta warga Sulawesi Tengah dan lainnya, maka itu menjadi titik terakhir, dan permasalahan ini selesai,” harapnya.

Pihaknya juga menyampaikan permohonan, jika sanksi adat sudah dipenuhi dan permohonan maaf secara terbuka sudah dilakukan, maka laporan yang ada di kepolisian itu juga selesai.

“Intinya yang kami sampaikan permohonan ketika sidang adat sudah dilakukan, maka bisa berbarengan dengan proses hukum,” katanya.

Menanggapi hal itu, Ketua PB Alkhairaat, Ustadz Husen Habibu, mengatakan, dirinya sebagai saksi pelapor di kepolisian, sekaligus sebagai Panglima Garda Alkhairaat, berharap Fuas Plered bisa menyampaikan permohonan maaf di tengah keluarga besar Alkhairaat dan di tengah masyarakat adat Kaili.

“Dia datang ke sini, kemudian menyampaikan permohonan maaf sekaligus memenuhi semua sanksi adat yang sudah dijatuhkan, untuk mencuci kesalahan yang pernah dia lakukan, dalam Bahasa Kaili, ada istilah Sala Kana dan Salah Mbivi,” kata Husen Habibu.

Mengenai kehadiran langsung Fuad Plered, dirinya selaku Ketua PB Alkhairaat sekaligus panglima GAL, akan membicarakan dengan seluruh pemangku kepentingan di daerah, PB Alkhairaat, keluarga besar Alkhairaat, termasuk dengan GAL dan akan melibatkan Presidium Bela Guru Tua.

“Hasilnya nanti akan kita sampaikan kepada Ketua Utama Alkhairaat sebagai pengambil keputusan tertinggi,” katanya.

Untuk keamanan, kata dia, adalah urusan Garda Alkhairaat yang komandonya berada di tangannya.

“Jadi sekarang ini kita belum bisa memutuskan mengenai kehadiran Fuaf Plered,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua PB Alkhairaat, Ustadz Asgar Basir Khan. Ia mengatakan, pihak kepolisian mendorong hukum adat ini untuk dikedepankan.

“Mengenai niatan permohonan maaf kepada Guru Tua ini, maka yang bersangkutan wajib hadir saat eksekusi adat nanti,” kata Asgar.

Sementara itu, Sekretaris BMA Sulteng, Ardiansyah Lamasitudju, menegaskan, apapun nanti keputusan sidang adat, apakah tetap kerbau atau sapi, itu bukan untuk dijual, tapi disembelih dan diundang semua orang untuk proses edukasi.

“Setelah itu lepas semua dendam, lepas semua sakit hati karena orang sudah membayar sanksi adat kemudian meminta maaf. Darah yang dialirkan dari hewan itu sebagai tanda persoalan telah selesai. Tidak ada lagi dendam apalagi kita sesama muslim,” katanya.

Kasus ini bermula ketika Fuad Plered diduga menyampaikan ujaran kebencian dalam siaran kanal YouTube pada Minggu, 23 Maret 2025 pukul 20.49 WITA.

Dalam siaran tersebut, Fuad menyebut Guru Tua dengan kata “monyet” dan “pengkhianat”. Ia juga menyatakan bahwa Guru Tua menerima tanah dari pemerintah kolonial Belanda, serta menyampaikan kecurigaan terhadap kurikulum pendidikan Alkhairaat yang didirikan oleh Guru Tua.

Menurut Ketua Komwil Alkhairaat Sulteng, Arifin Sunusi selaku Pengadu di sidang adat, pernyataan dan tindakan Fuad Plered tersebut tergolong pelanggaran berat dalam hukum adat Ngata Kaili, termasuk dalam kategori Salambivi dan Salakana, serta juga masuk dalam ranah hukum pidana.

Arifin menyampaikan bahwa meskipun Fuad Plered tidak hadir, maka sidang adat tetap dilaksanakan dan putusan tetap dijatuhkan.

“Putusan adat itu bisa berupa fisik dan abstrak. Yang abstrak ini misalnya hakim adat menjatuhkan sanksi putus leher. Tentu tidak bisa dilaksanakan secara riil, tapi secara abstrak dalam hukum adat, oleh masyarakat di wilayah adat tanah Kaili, Fuad Plered sudah dianggap mati,” tegas Arifin.