PALU- Momentum Hari Tani Nasional 24 September 2022, dijadikan sebagai peringatan tanda bahaya kepada pengurus negara sebagai instrumen pembuat, pelaksana bahkan pengawas konstitusi serta perundangan-undangan dengan fungsi paling utama yakni sebagai mediator dalam menurunkan eskalasi konflik agraria struktural. Selain itu sebagai tanda bahaya kepada korporasi ekstraktif pertambangan dan perkebunan sawit, yang hingga saat ini masih berlangsung penyerobotan, penyingkiran dan penghilangan lahan garapan, bahkan tempat tinggal petani.
Tidak tanggung-tanggung puluhan massa tergabung dalam Front Rakyat Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah (Sulteng) menyasar empat titik lokasi menggaungkan jeritan suara petani diantaranya, Kantor ATR/BPN, Komnas HAM Sulteng, DPRD Provinsi Sulteng dan Kejaksaan Tinggi Sulteng mereka menuntut kembalikan tanah rakyat, bukan untuk korporasi dinilai sebagai maling, bebal dan pembohong.
Olehnya dalam tuntutannya mereka menuntut stop kriminalisasi terhadap petani, selamatkan rakyat dari kuasa modal yang rakus, tanah untuk rakyat bukan untuk korporasi.
Lalu tangkap dan adili pimpinan korporasi yang kriminalisasi rakyat , SP3 Polda Sulteng cenderung berat sebelah ke PT.ANA atas laporan Petani dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sengsarakan rakyat.
Koordinator Lapangan FRAS Sulteng, Muh.Tauhid mengatakan, perlu diketahui di Kabupaten Morowali Utara, para pejuang yang mempertahankan hak atas tanahnya mendapatkan perlakuan tidak seharusnya mereka terima, karena adanya intimidasi bahkan kriminalisasi.
Ia mengatakan, pertama, petani yang berkonflik dengan korporasi PT. Agro Nusa Abadi yang secara legal formal tidak mengantongi Hak Guna Usaha. Lalu ada Gusman dan Sudirman kakak beradik pada putusan hakim PN Poso divonis 2,5 tahun penjara.
Selanjutnya, ada Syahril dan Erik harus mendekam di balik jerusi besi Polres Morowali Utara selama 56 hari. Akhirnya dikeluarkan demi hukum, karena masa tahanan kepentingan penyelidikan berakhir, serta berkas perkara tak kunjung dilimpahkan di kejaksaan.
“Sungguh korporasi maling!” teriaknya.
Lebih lanjut kata dia, kedua, petani Desa Lee Kecamatan Mori Atas, berkonflik dengan korporasi PT. Sinergi Perkebunan Nusantara, dalam putusan kasasi nomor 174 K/TUN/2020 dan peninjauan kembali nomor 120 PK/TUN/2021 Mahkamah Agung bahwa Hak Guna Usaha telah dibatalkan.
Hingga saat ini kata dia, ATR/BPN sebagai tergugat tidak menunjukan itikad baik, melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI dan PT.SPN sebagai tergugat intervensi masih melakukan aktifitas bahkan mencoba melakukan penambahan lahan baru.
“Sungguh korporasi yang bebal!” kesalnya.
Lebih jauh ungkapnya, di Kabupaten Banggai petani yang berkonflik dengan PT.Kurnia Luwuk Sejati yang melakukan penyerobotan lahan bahkan kriminalisasi terhadap petani di Kecamatan Toili. Terbaru perempuan paruh baya bernama Samria harus menghadapi laporan PT.KLS atas tuduhan pengrusakan camp karyawan.
“Padahal sebelum camp tersebut berdiri merupakan rumah yang selama ini dihuni oleh keluarga Samria beserta kebun-kebunnya dan atas keserakahan PT.KLS melakukan penggusuran rumah dan kebun milik petani termasuk milik Samria,” bebernya.
Lalu, tekannya, petani yang berkonflik dengan PT.Sawindo Cemerlang, yang melakukan penyerobotan lahan-lahan petani termasuk tidak memenuhi hak-hak petani dalam sistem plasma. Ada Demas dari Desa Honbola dan Suparman dari Desa Ondo-Ondolu Kecamatan Batui yang telah ditetapkan menjadi tersangka atas tuduhan mencuri dan penggelapan di atas tanah sendiri.
Selepas itu kata dia, ada perempun paruh baya Widya dan kawan-kawanm yang sempat mendapatkan pemanggilan dari Polres Banggai atas kasus serupa.
“Sungguh korporasi pembohong!” geramnya.
Olehnya imbuhnya, kabupaten tersebut menunjukan bahwa konflik agraria struktural makin tidak bisa terbendung. Saat ini masih ada petani yang berkonflik dengan korporasi PT. Hartati Inti Plantations di Kabupaten Buol terhitung sejak 2021, ada empat orang, yakni Abdullah Rahman, Fransiskus Saferius, Fadli Suma, dan terakhir petani bernama Listan.
Sesudah itu tandasnya, di Kabupaten Toli-Toli konflik petani dengan korporasi PT.Citra Mulya Perkasa, PT.Total Energy Nusantara dan PT.Sonokeling Buana dan konflik agraria struktural antara petani dengan penolakan aktifitas pertambangan emas di Kecamatan Toribulu, Kecamatan Kasimbar dan Kecamatan Tinombo Selatan di Kabupaten Parigi Moutong oleh PT. Trio Kencana.
“Dalam demonstrasi petani menewaskan satu orang pemuda pejuang!” pungkasnya.
Reporter: IKRAM/Editor: NANANG