PALU – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD Provinsi Sulteng, menyoroti adanya peningkatan pada sejumlah pos belanja yang tertuang dalam nota pengantar keuangan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan APBD Tahun 2023.
Beberapa pos belanja yang dimaksud adalah adanya kenaikan sampai 7 persen pada kegiatan belanja operasi. Anggara belanja operasi tersebut, semula dianggarkan sebesar Rp3,666 triliun lebih, meningkat menjadi Rp3,940 triliun lebih pada APBD Perubahan Tahun 2023.
“Fraksi PKS juga butuh penjelasan tentang kenaikan belanja modal yang mengalami kenaikan sebesar enam persen. Juga adanya peningkatan sebesar tujuh persen pada pos belanja transfer,” kata Ketua Fraksi PKS DPRD Sulteng, Hj. Wiwik Jumatul Rofi’ah, saat membacakan pandangan umum fraksi terhadap terhadap penyampaian Raperda tentang Perubahan APBD Tahun 2023, di ruang sidang utama DPRD Sulteng, Selasa (05/09).
Kata Wiwik, penjelasan juga dibutuhkan, apakah kenaikan pos belanja transfer ada pada belanja bagi hasil atau belanja bantuan keuangan
Tak hanya itu, Fraksi PKS juga menyinggung adanya defisiti anggaran sebesar Rp500 miliar dalam dokumen APBD Tahun 2023, di mana total pendapatan sebesar Rp4,48 triliun dan total belanja sebesar Rp4,95, triliun.
“Artinya terjadi defisit anggaran sebesar Rp500 miliar. Secara tidak langsung, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng melakukan rencana dan akan menjalankan defisit. Hal ini berarti terjadi defisit yang sengaja dinaikkan sebesar Rp60 miliar dari proyeksi dalam RAPBD Tahun 2023,” ujarnya.
Kondisi ini, kata dia, mengingatkan pada pepatah besar pasak daripada tiang.
PKS juga turut menyoroti tidak kreatifnya pemerintah dalam menggali potensi-potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan lebih banyak bersikap pasif, dengan menunggu realisasi pajak.
Selain sisi anggaran, Fraksi PKS pun menyoroti upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka menurunkan prevalensi stunting dan kemiskinan. Sebab, kata dia, berdasarkan data, prevalensi stunting dan kemiskinan ekstrim masih sangat tinggi di Sulteng.
“Menurut data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), bahwa di tahun 2022, prevalensi stunting di Sulteng tercatat 28,2 persen. Angka tersebut mengalami penurunan, walaupun sedikit dari pada tahun 2021, yakni sebesar 29,7 persen,” katanya.
Yang juga menjadi perhatian, lanjut dia, angka kemiskinan ekstrem di Sulteng berdasarkan data BPS Tahun 2022, masih di atas rata-rata nasional yaitu 3,02 persen. Angka nasional 2022 stunting 21,6 persen dan kemiskinan ekstrem 2,04 persen.
“Olehnya itu, masih dibutuhkan kerja ekstra semua pihak dalam rangka menekan angka stunting ini, serta mengejar target nol persen kemiskinan ekstrim di tahun 2024, sebagaimana program yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo,” katanya.
Dari beberapa catatan tersebut, Fraksi PKS menyatakan menerima Raperda tersebut untuk dibahas pada tingkat selanjutnya.
Sehari sebelumnya, Sekprov Sulteng, Novalina saat membacakan garis besar rencana perubahan APBD tahun 2023, mengatakan, anggaran belanja mengalami kenaikan sebesar 7 persen atau sebesar Rp364,902 miliar lebih.
“Secara keseluruhan perubahan belanja tahun yang semula dianggarkan sebesar Rp5,182 triliun lebih, menjadi sebesar Rp5,547 triliun lebih,” kata Novalina.
Ia merincikan alokasi anggaran belanja tersebut, yang terdiri dari belanja operasi yang semula dianggarkan sebesar Rp3,666 triliun lebih, menjadi Rp3,940 triliun lebih. Mengalami kenaikan sebesar Rp274,696 miliar lebih atau naik 7 persen,
Selanjutnya, belanja modal yang semula dianggarkan sebesar Rp835,439 miliar lebih, menjadi Rp882,541 miliar lebih. Mengalami kenaikan sebesar Rp47,102 miliar lebih atau 6 persen.
Sementara itu, belanja tidak terduga yang semula dianggarkan sebesar Rp10 miliar, turun menjadi Rp7,104 miliar lebih dan belanja transfer yang semula dianggarkan sebesar Rp671,179 miliar lebih, naik menjadi Rp717,179 miliar lebih atau 7 persen.
Di sisi lain, pendapatan juga mengalami perubahan. Rencana pendapatan yang semula dianggarkan sebesar Rp4,493 triliun lebih, menjadi Rp4,778 triliun lebih atau. Naik sebesar Rp285,75 miliar lebih atau 6 persen.
“Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan pada komponen pendapatan asli daerah serta perubahan alokasi transfer pemerintah pusat ke daerah,” jelas Sekprov Novalina.
Novalina pun merinci perubahan pendapatan tersebut, yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD) semula dianggarkan sebesar Rp1,701 triliun lebih menjadi Rp1,915 triliun lebih. PAD mengalami kenaikan sebesar Rp213,435 miliar lebih atau sebesar 13 persen.
“Pajak daerah semula dianggarkan sebesar Rp1,2 triliun lebih, menjadi Rp1,3 triliun lebih atau mengalami kenaikan sebesar 8 persen,” ujarnya.
Masih dari sisi pendapatan, retribusi daerah yang semula dianggarkan sebesar Rp19,236 miliar lebih juga mengalami kenaikan sebesar 11 persen sehingga menjadi Rp21,420 miliar lebih.
Pada bagian pendapatan transfer, semula dianggarkan sebesar Rp2,787 triliun lebih, naik menjadi Rp2,859 triliun lebih. (RIFAY)