PALU – Fraksi Partai Keadilan Rakyat (PKS) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), menyatakan menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan.
Ketua Fraksi PKS, Wiwik Jumatul Rofi’ah, mengemukakan alasan mengapa pihaknya menolak pengesahan RUU tersebut.
Pertama, negara wajib memenuhi layanan kesehatan yang berkualitas sebagai salah satu hak dasar masyarakat.
“Oleh karena itu, perbaikan layanan kesehatan yang berkualitas harus menjadi prioritas dalam penyusunan draft RUU Kesehatan ini sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” ujarnya, Ahad (16/07).
Alasan lainnya, kata dia, penyusunan RUU Kesehatan itu tidak boleh menyebabkan kekosongan hukum, kontradiksi pengaturan. Pihaknya sendiri menemukan adanya pengaturan dalam beberapa UU yang dihapus dalam draf RUU Kesehatan tersebut dan hal tersebut berpotensi menimbulkan kekosongan hukum.
“Dihapuskannya aturan mengenai SIPB bidan, juga dihapuskannya praktik kebidanan yang mengatur tempat praktik dan jumlahnya sesuai dengan tingkat pendidikan bidan,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata dia, DPR seharusnya memastikan dulu partisipasi yang berkualitas dari para pemangku kepentingan. DPR juga harus kembali memastikan draf yang sudah disusun sesuai dengan masukan para pemangku kepentingan.
Selain itu, kata dia, pemerintah memberikan tugas kepada BPJS sebagai badan hukum publik yang bersifat independen dan harus disertai kewajiban pemerintah dan pendanaannya.
“Fraksi PKS menemukan di draf RUU Kesehatan tentang tenaga medis dan tenaga kesehatan, warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi sebagai draf yang amat rawan,” ungkap Wiwik.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Sulteng itu menambahkan, terkait itu, tenaga medis dan tenaga kesehatan Indonesia sangat mungkin tersingkirkan atas nama investasi atau alih teknologi.
Lanjut dia, di semua negara, pengaturan tentang profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri, namun di beberapa materi UU sebelumnya terkait profesi tenaga medis, malah dihapuskan.
“Terkait anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai untuk memastikan bahwa negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat Indonesia,” pungkasnya. *