PALU – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), mengapresiasi diajukannya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif DPRD tentang Pesantren. Bagi Fraksi PKS, kehadiran regulasi baru tersebut diharapkan dapat memberikan angin segar bagi masyarakat Sulawesi Tengah yang telah lama merindukan lahirnya regulasi khusus dalam mendukung program pembinaan di pesantren.
Ketua Fraksi PKS DPRD Sulteng, Hj Wiwik Jumatul Rofi’ah, S.Ag, MH, mengatakan, lahirnya regulasi baru di Sulteng tersebut, diharapkan makin membantu pesantren sehingga bisa terus eksis dalam melakukan pembinaan mental spiritual generasi muda yang berkarakter, religius, dan memiliki pengetahuan yang luas.
“Namanya Raperda inisiatif, karena ini diajukan oleh legislatif. Alhamdulillah, kami mengapresiasi teman-teman yang telah mengajukan Raperda ini untuk selanjutnya dibahas lalu kemudian ditetapkan sebagai peraturan daerah di Sulteng dan dapat dijadikan acuan hukum,” katanya.
Fraksi PKS DPRD Sulteng pun memberikan beberapa catatan saat memberikan tanggapan atas jawaban Gubernur terkait diajukannya Raperda dimaksud. Di tingkat pansus nanti, Fraksi PKS mengusulkan perlunya pelibatan pihak atau organisasi yang telah berpengalaman dalam mengelola pesantren.
“Termasuk lembaga atau yayasan yang memiliki atau menaungi lembaga pesantren, kami minta agar dilibatkan dalam pembahasan Raperda nantinya, jika disepakati seluruh fraksi untuk dibahas pada tahap selanjutnya,” tambahnya.
Wiwik juga berharap agar agar definisi tentang pesantren lebih diperluas, bahwa yang dimaksud pesantren, termasuk di dalamnya adalah lembaga atau rumah-rumah Qur’an yang saat ini jumlahnya kian berkembang di Sulawesi Tengah.
“Program pembinaan yang mereka (rumah-rumah Qur’an) lakukan, sama dengan program pembinaan yang ada di pesantren, sehingga mereka pun sangat perlu mendapat sentuhan bantuan dana hibah dari pemerintah daerah,” tekannya.
Selain itu, lanjut dia, beberapa sekolah yang melaksanakan program boarding school juga hendaknya mendapat perhatian dari pemerintah.
“Sebab boarding school kan merupakan nama lain dari pesantren,” katanya.
Ia pun berharap agar lahirnya regulasi khusus yang mengatur tentang pesantren, tidak hanya sekadar formalitas atau menambah jumlah regulasi di Sulteng, namun tidak memberikan manfaat apapun> Belajar dari beberapa pengalaman sebelumnya, ada Perda yang telah ditetapkan, namun sampai saat ini tidak pernah dilaksanakan.
“Penyebabnya, Perda tersebut tidak diserahkan ke OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang menjadi leading sector-nya, sehingga tidak diaplikasikan. Demikian pula Raperda tentang Pesantren ini, kalau tidak ada OPD yang dijadikan leading sector dari penerapan Perda tersebut kelak, saya khawatir nasibnya akan sama dengan Perda tentang Ketahanan Keluarga yang saat ini hanya disosialisasikan terus, tapi entah kapan bisa direalisasikan,” tandasnya. (**)