FPI Morowali Datangi Polres, Ini Sikapnya…

oleh -
Ketua DPW FPI Morowali saat menyerahkan pernyataan sikap yang diterima langsung oleh Kapolres Morowali.

MOROWALI-Terkait penangkapan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Al-Habib Muhammad Rizieq Bin Husain Syihab, dan gugurnya 6 Laskar Pembela Islam, DPW-FPI Morowali menyampaikan pernyataan sikap di Mapolres Morowali, Sabtu (19/12/2020).

DPW-FPI Morowali bersama perwakilan pemerhati umat Islam dan FPI, Ifan Yunus melakukan dialog singkat dengan Kapolres Morowali, AKBP Bayu Indra Wiguna, terkait tewasnya 6 Laskar FPI di Jakarta dan juga permasalahan kerumunan di Kabupaten Morowali pada masa pandemi.

Berikut pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua DPW-FPI Morowali, Ustadz Rusli Baco adalah :

  1. Bahwa kasus penembakan ke-6 Laskar Pembela Islam saat mengawal Imam Besar Al-Habib Muhammad Rizieq Bin Husain Syihab LC, MA, DPMSS, merupakan pelanggaran HAM berat, dimana ke 6 laskar yang sebelumnya dinyatakan hilang pada tanggal 7 Desember 2020 dinihari di kilometer 50 Tol Cikampek, bukanlah DPO ataupun teroris berbahaya, sehingga dengan sangat tidak berperikemanusiaan nyawa mereka dihabisi oleh oknum Kepolisian tanpa
    Melalui proses hukum.
  2. Bahwa atas kejadian tersebut, kami Ummat Islam Morowali sekaligus sebagai Warga Negara Indonesia, meminta untuk dilakukan pengusutan secara transparan untuk mengungkap Kebrutalan oknum Kepolisian atas terbunuhnya 6 orang Laskar Pembela Islam, selanjutnya menyerukan untuk membentuk Tim Pencari Fakta INDEPENDEN dalam mengungkap skenario pelaku penembakan serta dalang dibalik penguntitan tersebut.
  3. Bahwa penahanan Imam Besar Al-Habib Muhammad Rizieq Bin Husain Syihab, merupakan pelanggaran instrumen hukum dikarenakan pada saat melakukan kegiatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, namun oleh Pemda DKI Jakarta, Al-Habib Muhammad Rizieq Bin Husain Syihab beserta penyelenggara telah diberikan sanksi pelanggaran Protokol Kesehatan dengan denda Rp50.000.000,- dan denda tersebut telah dilunasi sebagai bentuk ketaatan terhadap aturan yang berlaku.
    Oleh karena itu, penahanan terhadap Imam Besar Habib Muhammad Rizieq Bin Husain Syihab tidak sesuai aturan dan melanggar Hak Asasi Manusia.
    Maka dengan Ini, kami ummat Islam Kabupaten Morowali meminta agar Al-Habib Muhammad Rizieq Bin Husain Syihab dibebaskan dari Tahanan Polda Metro Jaya tanpa syarat.
  4. Stop Kriminalisasi Ulama.
  5. Stop Diskriminasi Hukum.
BACA JUGA :  Karyawan Hindu PT IMIP Bentuk Organisasi untuk Kegiatan Sosial

“Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan, kami berharap kepada insan pers dapat menyuarakan hal ini sebagai bentuk independensi dan bagian dari corong masyarakat dalam mengungkap kebenaran dan keadilan,” tutupnya.

Sementara itu Sekretaris DPW FPI Morowali Bambang Sumantri di hadapan Kapolres Morowali meminta kejelasan bagaimana Protap Covid-19 sebenarnya, diantaranya massa aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ribuan karyawan, kegiatan yang dilaksanakan di Bungku Selatan dan kegiatan lainnya yang tidak mengikuti anjuran pemerintah yakni mengikuti Protkes, dan begitu juga dengan orang yang meninggal dunia terkonfirmasi positif dimakamkan ditempatkan di perkuburan keluarga, padahal pemerintah sudah menyiapkan tempat pemakaman khusus bagi masyarakat yang meninggal dunia terkonfirmasi positif Covid-19 sesuai protkes.

BACA JUGA :  LPKA Palu Tingkatkan Literasi Anak Binaan

Kapolres Morowali AKBP Bayu Indra Wiguno menanggapi pertanyaan sikap yang disampaikan oleh Ketua dan Sekretaris DPW FPI Morowali mengatakan, bahwa untuk undang-undang protokol kesehatan buat yang berkerumunan dipidana dengan ancaman 1 tahun penjara, akan tetapi kepada Habib Riziek Syihab diancam dengan pasal penghasutan, sehingga dilakukan penahanan kepada yang bersangkutan oleh Polda Metro Jaya.

Bayu juga menanggapi pertanyaan dari Sekretaris DPW FPI Morowali untuk devinisi kerumunan yang dilarang, adalah berkumpulnya orang banyak yang lebih dari 50 orang, sehingga dilarang dan untuk protkes lainnya seperti pemakaman jenazah yang terkonfirmasi positif, Bayu tidak bisa menjelaskan, karena itu wewenang dari Dinas Kesehatan ataupun pihak RSUD Morowali.

“Jadi definisi menurut bahasa adalah kerumunan orang banyak dan itu melanggar protokol kesehatan di masa pandemi sekarang ini. Dan kalau untuk masalah protkes lainnya, kami dari pihak kepolisian tidak memiliki wewenang untuk menjelaskan, coba tanyakan kepada pihak Kesehatan,” katanya. (HARITS)