PALU – Wakil Presiden (Wapres), HM Jusuf Kalla menegaskan, hunian sementara (huntara) yang diberikan kepada pengungsi korban bencana di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong tidak dapat dikonversi atau diganti dengan uang tunai.
Hal itu disampaikan Wapres di Palu, menyusul upaya sejumlah pengungsi yang belum mendapatkan jatah huntara agar diberikan uang tunai saja supaya mereka bisa membangun sendiri.
“Tidak bisa. Tidak bisa,” tegasnya usai memimpin Rakor tertutup percepatan rekonstruksi pascagempa Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong, dua hari lalu.
Ia mengatakan, huntara tidak bisa diuangkan sebab tidak ada dalam aturan manapun yang membolehkan hal tersebut.
Sama halnya dengan pemutihan utang atau pinjaman perbankan yang diperjuangan puluhan ribu nasabah bank dan lembaga perkreditan yang menjadi korban bencana di empat daerah tersebut.
“Tidak ada namanya pemutihan utang, yang ada hanya ditunda pembayarannya. Itu namanya direlaksasi,” katanya.
Wapres menyatakan, berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor: 45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus terhadap kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam, bahwa utang debitur dapat ditunda penagihannya maksimal hingga tiga tahun.
Sebelumnya, sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Forum Korban Likuifaksi Kelurahan Balaroa, menuntut sejumlah hal kepada pemerintah, salah satunya adalah menolak pembangunan huntara dan memberikan kompensasi pembangunan huntara tersebut kepada warga.
Sekaitan dengan itu, Abdurrachman M Kasim selaku Ketua Forum Korban Likuifaksi Kelurahan Balaroa, juga mempertanyakan apakah ada aturan khusus pembangunan huntara.
“Kalau alasannya karena tidak aturan yang membolehkan (konpensasi), sekarang saya juga mau tanya apakah ada aturannya pembuatan huntara. Apakah pembangunan huntara itu juga sudah disosialisasikan kepada masyarakat sebagai korban,” tanyanya.
Masalah kompensasi, kata dia, pihaknya mengacu pada UUD 1945 bahwa negara memberikan kehidupan yang layak.
Untuk itu, kata dia, pihaknya akan menuntut hak dan keadilan dengan menyurat ke KPK agar pembangunan huntara dihentikan.
“Karena itu bisa mengarah ke korupsi. Kami juga akan menyurat ke Presiden agar diberikan konpensasi. Lebih baik dikasih biaya hidup para korban ini di luar dari bantuan-bantuan kementerian sosial,” jelasnya.
Senada dengan itu, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Zainuddin Tambuala, mengaku tidak sepakat dengan pernyataan Wapres tersebut.
“Kondisi Sulteng saat ini membuat masyarakat ekonomi lemah terpuruk sekali. Harusnya dia (Wapres) datang memberikan kelegaan. Bagaimana masyarakat bisa bangkit kalau perekonomian mereka tidak bisa ditopang, ditambah lagi dengan beban utang,” ujar Anggota DPRD Sulteng itu. (RIFAY)