SOROWAKO, LUTIM – Sorowako Readers & Writers Festival (SRWF) berhasil terselenggara berkat inisiatif Duta Literasi Sorowako, Hazura Indar Faradiba.
Diba, sapaan akrabnya memanfaatkan Proyek Belajar Mandiri Sekolah Murid Merdeka (SMM), untuk merangkul segala usia terlibat dalam gerakan menghidupkan literasi.
Festival literasi ini berlangsung dua hari di Kopi Api Coffee Roasters 4.0 Dato Tamara, Jumat-Sabtu (12-13/05).
Masyarakat dan pemerintah desa menyambut baik, bahkan menginginkan SRWF bisa jadi ajang tahunan di Sorowako.
Kepala Desa Sorowako Jihadin Peruge, mengaku bangga ada anak muda yang bisa menggagas festival literasi pertama di Sorowako dan menghadirkan pemateri dari luar, salah satunya adalah penulis serta seniman musik dan puisi, Reda Gaudiamo.
“Perubahan peradaban dimulai dari gerakan-gerakan kecil. Program seperti ini sering dilupakan karena desa fokus pada pembangunan prasarana. Melalui Diba, saya diingatkan pentingnya membangun SDM berkualitas lewat literasi. Saya berharap ada Diba-Diba baru yang hadir di Sorowako dan berani berkarya,” ujarnya.
Acara ini sukses menghimpun guru, pelajar, orang tua, anak-anak, komunitas lokal, dan masyarakat dari berbagai profesi duduk bersama belajar pentingnya melek literasi dalam kehidupan sehari-hari.
SRWF diisi dengan Workshop Kepenulisan dan Talkshow. Hari pertama, 20 peserta mengikuti materi “Write Your Own Story” yang dibawakan oleh Ibu Reda Gaudiamo. Sesi ini fokus melatih peserta belajar merangkai dan mengembangkan cerita hingga jadi sebuah karya.
Reda, dalam materinya menekankan bahwa untuk menulis, seseorang perlu memberi kebebasan diri berimajinasi dan menuangkan apa saja yang terlintas di kepala, atau terlihat di sekitar. Baginya semua cerita layak ditulis karena memiliki teman di luar sana.
“Setiap manusia terhubung dengan cerita. Seringkali kita merasa curhatan tidak layak dijadikan bahan tulisan, padahal di luar sana banyak orang yang butuh belajar dari apa yang kita alami. Semua cerita akan bertemu temannya.”
Penulis buku anak berjudul Na Willa tersebut berpesan, menulis harus dijadikan rutinitas.
“Begitu kembali ke rumah menulislah. Menulis itu perlu banyak latihan, sama seperti berenang. Maka menulislah setiap hari, lima menit saja cukup,” katanya.
Pemateri sukses mendorong peserta menghasilkan karya. Terbukti di sesi kelas menulis yang dibawakan Ibu Reda, anak usia SD mampu menuangkan imajinasinya jadi sebuah cerita utuh dan membuat peserta lain tercengang mendengarnya.
Tak hanya tulisan, sebuah lagu juga tercipta di sesi Workshop “Beginners Guide on Writing a Song” yang dibawakan Musisi dan Komposer Sorowako, Agus Puka. Sesuai harapan Diba, SRWF hadir untuk mengenalkan bahwa literasi luas cakupannya. Tak hanya sebatas membaca, menulis, tapi juga ada literasi musik dan film.
Selain penulis, seniman, dan komposer, SRWF juga memberi ruang kepada Pengembang Program Matematika SMM Ibu Nadia Cassinie, dan Guru SD Yayasan Pendidikan Sorowako Lawewu Ibu Hesti Wulandari untuk berbagi kaitan literasi dengan soft skill, serta apa saja miskonsepsi literasi yang mengakar di masyarakat.
Diba selaku Founder dan Event Director SRWF merasa senang karena banyak pihak yang ikut berkolaborasi menyebarkan semangat literasi.
“Saya bersyukur bisa mengikuti PBM (Proyek Belajar Mandiri) dari SMA SMM (Sekolah Murid Merdeka), yang membuat saya bisa menyalurkan kecintaan terhadap literasi. PBM adalah kelas elektif (semacam esktrakurikuler) yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah dan atau menampung minat dan bakat dari murid-murid SMM,” ungkap Ketua OSIS SMA SMM tersebut. *