PALU – Konsep Pembangunan Daerah, seperti yang termaktub dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan hak otonomi yang luas dan bertanggung jawab. Hal ini selaras dengan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang berisikan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan.

Sayangnya, konsep ini belum diejawantahkan secara baik dan benar di level pemerintah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota.

Inilah yang menjadi alasan utama, Forum Diskusi Pembangunan Sulteng (FDPS) yang diinisiasi sejumlah elemen masyarakat di Sulteng, mengangkat tema diskusi “Format Ideal Kepemimpinan Sulteng 2024”.

Diskusi yang digagas bersama oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Silo Langi FKIP Untad, Yayasan Libu Empati Indonesia (LEI), Forum Komunikasi Masyarakat Kaili (FKMK), Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA) Sulteng ini akan berlangsung secara daring melalui aplikasi zoom pada Jumat malam 30 Desember 2022, pukul 19.00 Wita.

“Untuk Sulteng, kita masih punya banyak PR besar yang harus dikerjakan. Kita punya peluang besar sebagai daerah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara Kaltim. Kita bisa mengembangkan berbagai sektor, terutama pertanian untuk menyuplai kebutuhan pangan dan buah ke IKN,” kata Dr. Hasanuddin Atjo, salah satu narasumber pada acara diskusi nanti.

Sementara itu, menurut Nur Sangadji, PhD., Dosen Fakultas Pertanian Untad, pembangunan yang berorientasi masa depan, mestinya mempertimbangkan berbagai aspek demi keberlangsungan pembangunan daerah itu sendiri. Tidak bisa terjebak dalam euphoria mengejar target pertumbuhan ekonomi, kemudian melakukan upaya secara sporadis, seperti pembukaan lahan yang bisa mengancam keberlangsungan ekologis.

“Analogi sederhananya begini; kalau kita punya ikan besar 10 ekor untuk dimakan 10 orang, idealnya kita tidak makan semuanya hari ini. Kita pakai standar optimal saja, mungkin bisa dimakan lima. Atau mungkin 8. Sisanya dua ekor, dipastikan bahwa itu jantan dan betina, yang bisa berkembang biak melahirkan ikan-ikan yang lebih banyak. Intinya, jangan dimakan semua, supaya di waktu-waktu mendatang kita masih bisa makan ikan,” jelas Nur Sangadji, melalui sambunagn telepon di Jakarta, Jumat 30 Desember 2022.

Selain itu, Ia juga mengapresiasi adanya forum diskusi yang akan menjadi wadah, tempat orang-orang berpikir dan bertukar gagasan untuk keberlanjutan sebuah pembangunan. Ini kata dia, perlu digalakkan untuk mengontrol kekuasaan. Dalam konsep Negara demokrasi, ini diperlukan untuk tetap menjaga keseimbangan dalam proses pembangunan jangka panjang.

“Dalil Lord Acton, power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely saya pikir relevan untuk menjadi pengingat kepada kita. “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya,“ kata Nur Sangadji mengutip Lord Acton.

Diketrahui, Forum Diskusi Pembangunan Sulteng pada sesi awal ini akan menghadirkan empat narasumber, masing-masing dengan disiplin ilmu dan pengalaman kerja pada bidangnya, seperti Dr. Ratna Dewi Pettalolo, Anggota DKPP RI dan mantan Ketua Bawaslu RI periode 2017-2022, Dr. Hasanuddin Atjo, praktisi ekonomi dan mantan Kepala Bappeda Sulteng, Prof. Dr. Slamet Riyadi Cante, Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Tadulako, Prof. Dr. Zainal Abidin, guru besar Filsafat dan Ilmu Pemikiran Islam yang kini menjadi ketua MUI Kota Palu.

Forum diskusi ini terbuka untuk umum, peserta bisa bergabung melalui akun zoom maisng-masing dengan: meeting ID: 839 5474 8697 Password: connection. *