PALU- Dalam hidup ini kita mungkin membuat perjanjian dengan Allah SWT. Perjanjian itu jika diberikan rezki dan kekayaan, maka akan menjalankan shalat lima waktu dan berinfak serta paling dekat dengan Allah SWT.
“Tapi boleh jadi, kita menjadi orang yang memungkiri perjanjian itu,” kata Sekretaris MUI Kota Palu Muhammad Munif Godal dalam tausiyahnya pada malam 20 Ramadhan, di Masjid Baiturahim Raya Lolu, Kota Palu, Sabtu (1/5).
Olehnya kata Munif, mari kita evaluasi diri kita mungkin pernah berjanji dan meminta kepada Allah SWT dan telah dipenuhi oleh Allah
Munif mengatakan, ketahuilah maka orang-orang memungkiri perjanjiannya dengan Allah SWT, sama dengan sosok hidup zaman Nabi Muhammad SAW, yakni Tsa’ llabah bin Abdurrahman.
“Tsa’ labah orang yang miskin, sampai-sampai dikisahkan untuk sarung shalat harus bergantian memakainya bersama istrinya,” kata Munif.
Munif mengatakan, lalu bagaimana Tsa’ labah berusaha menyentuh hati nabi Muhammad agar mendoakannya menjadi orang dikarunia memiliki harta benda.
Pada pertemuan pertama dengan Rasulullah, Tsa’ labah meminta, “Demi kemulianmu doakan saya agar menjadi orang memiliki karunia berupa harta dan benda.”
Tapi Rasulullah menasehati Tsa’ labah , “Engkau adalah sosok sederhana dan miskin, tapi jika engkau bersyukur kepada Allah SWT atas karunia diberikan kepadamu, maka engkau lebih mulia dari orang-orang diberikan Allah rizki berlimpah, namun tidak bersyukur.”
Pada hari kedua, Tsa’ labah kembali kepada Nabi Muhammad untuk didoakan, namun Muhammad kembali menasehati Tsa’labah, “Wahai Tsa’labah tidakah engkau bangga meniru kehidupan nabimu.
“Jika aku menginginkan gunung ada di hadapanmu menjadi emas dan perak, maka Allah SWT akan mengubahnya. Tetapi ketahuilah Tsa’labah saya tidak menginginkan itu,” sabdanya.
Tsa’ labah kembali mendatangi Nabi di hari ketiga, maka Muhammad SAW mengangkat tangan dan mendoakannya.
Lalu ada seorang dermawan menyerahkan seekor kambing kepada Tsa’labah, kemudian didoakan Rasul dan langsung diijabah Allah SWT.
Singkatnya kambing tersebut, berkembang biak secara pesat, hingga semakin menjauhkan Tsa’labah dengan Rasul dan shalat lima waktu, membuat kecewa baginda Nabi.
Sampai keluar dari mulut Nabi, “celakah Tsa’labah, celaka Tsa’labah, celaka Tsa’labah.”
Hal paling miris, saat Nabi memerintahkan dua orang untuk meminta zakat kepada penduduk Madinah salah satunya Tsa’labah.
Dengan sombongnya Tsalabah menanyakan apakah memiliki surat dari Nabi, meskipun surat ditunjukan dua utusan. Tsa’labah menyampaikan ini tidak lebih dari Jizyah (upeti) dan terus memberikan janji-janji, tapi tidak membayar zakatnya.
Dua utusan Nabi lalu kembali dan menyampaikan siapa-siapa orang-orang tidak mengeluarkan zakat.
Saat itu Allah SWT menurunkan ayat, sekaligus menegur apa dilakukan Tsa’labah atas apa diperintahkan Nabi Muhammad SAW dalam Surat At-Taubah Ayat 75, “Wa min-hum man ahadallaha la in atana min fadlihi lanassaddaaqanna wa lanakunanna minas-salihin.”
Artinya, “Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.”
Tapi ketika diberikan karunia Allah, mereka memungkirinya dari apa mereka janjikan kepada Allah SWT. Maka mereka berada dalam golongan orang-orang di luar dari kebenaran.
Ulama tafsir lalu menyimpulkan, apa yang terjadi dari perjanjian Tsalabah kepada Allah tidaklah bed,a dengan janji diucapkan oleh orang-orang munafik, lain di mulut, lain di hati.
Reporter: Ikram/Editor: Nanang